Akuntansi Perpajakan Internasional
Pajak
internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaidah baik berupa
kaidah-kaidah nasional maupun yang berasal dari traktat antar negara dan dari
prinsip yang telah diterima baik oleh negara-negara di dunia, untuk mengatur
soal-soal perpajakan dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik
mengenai subjek maupun mengenai objeknya.
Secara
umum, ketentuan pajak internasional suatu negara meliputi 2 dimensi luas, yaitu
:
1. Pemajakan
terhadap wajib pajak dalam negeri (WPDN) atas penghasilan dari luar negeri.
2. Pemajakan
terhadap wajib pajak luar negeri (WPLN) atas penghasilan dari dalam negeri
(domestik).
Dimensi
pertama merujuk pada pemajakan atas penghasilan luar negeri atau transaksi ke
luar batas negara (outward, outbound
transaction) karena umumnya melibatkan eksportasi modal ke manca negara
sedangkan dimensi kedua menunjuk pada pemajakan atas penghasilan domestik atau
transaksi ke dalam batas negara (inward,
inbound transaction) karena umumnya melibatkan importasi modal dari
mancanegara. Dalam aplikasinya pemajakan penghasilan luar negeri dilakukan oleh
negara domisili (residence country)
sedangkan pemajakan penghasilan domestik dilakukan oleh negara sumber (source country).
Setiap
negara memiliki peraturan perundang-undangan perpajakan nasional
sendiri-sendiri atau yang disebut dengan yurisdiksi nasional yang masing-masing
peraturan perundang-undangan dimaksud memiliki landasan dan filosofi hukum yang
berbeda dengan negara-negara lainnya. Indonesia menganut konsep pengakuan
penghasilan, yaitu konsep tambahan kemampuan ekonomis atau juga disebut world wide income. Artinya peraturan
perundang-undangan pajak penghasilan tidak mempermasalahkan dari mana datangnya
penghasilan, bagaimana penghasilan tersebut diterima atau diperoleh, dan dalam
bentuk apa penghasilan tersebut.
Negara
lain yang menganut asas pemajakan berbeda dengan Indonesia, misalnya negara
yang menganut asas pemajakan kebangsaan (kewarganegaraan). Negara yang menganut
asas kebangsaan tidak mempermasalahkan dari mana penghasilan diterima atau
diperoleh, seseorang tetap diwajibkan membayar pajak di negara dimana dia
berkebangsaan. Untuk mengurangi risiko kemungkinaan pengenaan pajak berganda
sebagai akibat timbulnya konflik tersebut, maka ada beberapa metode yang biasa
dilakukan diantaranya :
a. Metode
perjanjian pengenaan pajak berganda internasional, yang antara lain dapat
dilakukan dengan :
-
Traktat yang bersifat multilateral,
yakni perjanjian yang dilakukan oleh beberapa negara dalam suatu perjanjian
-
Traktat yang bersifat bilateral, yakni
perjanjian yang menyangkut dua negara
b. Metode
unilateral atau sepihak
Cara
ini ditempuh oleh negara secara sepihak melalui yurisdiksi nasionalnya, yakni
dengan cara memasukkan ketentuan-ketentuan yang kemungkinan dapat menimbulkan
pengenaan pajak berganda ke dalam yurisdiksi nasionalnya, misalnya Pasal 24
Undang-Undang Pajak Penghasilan tentang kredit pajak luar negeri. Tata cara
pengkreditan luar negeri terbagi menjadi 2, yaitu :
-
Kredit penuh, yakni pembayaran pajak di
luar negeri dikreditkan sebesar jumlah yang dibayarkan di luar negeri
-
Kredit terbatas, yakni tata cara
pengkreditan pajak yang dibayar di luar negeri menurut jumlah yang paling rendah
antara yang dibayar di luar negeri dengan jumlah pajak apabila dikenakan
menurut tarif di Indonesia, sebagaimana dianut Pasal 24 Undang-Undang PPh.
c. Metode
pembebasan
Metode
ini adalah dengan cara memberikan kebebasan terhadap penghasilan yang diterima
atau diperoleh dari luar negeri. Ada 2 cara pembebasan yang dapat ditempuh,
yaitu :
-
Memberikan pembebasan sepenuhnya
terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari negara sumber. Artinya penghasilan
dari negara sumber tidak dimasukkan dalam perhitungan pajak negara domisili. Metode
ini disebut juga dengan pembebasan penuh atau full exemption.
-
Cara pembebasan penghitungan pajak yang
terutang hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di dalam negeri,
tetapi menerapkan tarif rata-rata atas seluruh penghasilan, baik dari dalam
maupun luar negeri atau disebut juga pembebasan dengan progresi atau exemption with progression.
Tujuan Kebijakan Perpajakan
Internasional
Untuk
memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing
negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat
perdagangan dan investasi tersebut. Salah satu upaya untuk meminimalkan beban
tersebut adalah dengan melakukan penghindaran pajak berganda internasional
Prinsip-prinsip yang harus dipahami
dalam pemajakan internasional
Doernberg
(1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan
pemajakan internasional :
1. Capital Export Neutrality
(Netralitas Pasar Domestik ) : kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang
dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di
dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri,
beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini
akan melandasi UU PPh Pasal 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2. Capital Import Neutrality
(Netralitas Pasar Internasional) : darimanapun investasi berasal, dikenakan
pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam maupun luar negeri akan
dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini
melandasi hak pemajakan yang sama dengan WPDN terhadap Permanent Establishment (PE) atau Badan Usaha Tetap (BUT) yang
dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test
dari peraturan yang berlaku.
3. National Neutrality
: setiap negara mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila
ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai
biaya pengurang laba.
Sumber-Sumber Hukum Pajak
Internasional
Pada
dasarnya hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang di dalamnya
mengandung unsur-unsur asing, unsur tersebut bisa mengenai subjek pajaknya,
objek pajaknya maupun pemungut pajaknya. Sumber hukum pajak internasional
terdiri dari :
1. Hukum
pajak nasional yaitu peraturan pajak sepihak yang tidak ditujukan kepada pihak
lain.
2. Traktat
yaitu perjanjian pajak dengan negara lain
a. Untuk
menghindari pajak berganda
b. Untuk
mengatur perlakuan fiskal terhadap orang asing
c. Untuk
mengatur mengenai laba BUT
d. Untuk
memberantas penyelundupan pajak
e. Untuk
menetapkan tarif douane
3. Putusan
hakim (nasional maupun internasional)
Sumber :
Soal Dan Jawaban
1. Dimensi
pertama merujuk pada pemajakan atas penghasilan luar negeri atau transaksi ke
luar batas negara adalah... Jawaban : A
a. Outward, Outbound Transaction
b. Inward, Inbound Transaction
c. Semua
Jawaban Salah
d. Semua
Jawaban Benar
2. Perjanjian
pajak dengan negara lain adalah... Jawaban
: D
a. Outward
b. Kredit
penuh
c. Kredit
terbatas
d. Traktat
3. Cara
pembebasan penghitungan pajak yang terutang hanya atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh di dalam negeri, tetapi menerapkan tarif rata-rata atas
seluruh penghasilan, baik dari dalam maupun luar negeri atau disebut juga... Jawaban : D
a. Full Exemption
b. Outward, Outbound Transaction
c. Inward, Inbound Transaction
d. Exemption with Progression
4. 3
unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan pemajakan internasional
menurut Doernberg, kecuali... Jawaban :
B
a. Capital Export Neutrality
b. Full Exemption
c. Capital Import Neutrality
d. National Neutrality
5. Sumber
hukum pajak internasional terdiri dari? Jawaban
: D
a. Hukum
pajak nasional yaitu peraturan pajak sepihak yang tidak ditujukan kepada pihak
lain
b. Traktat
c. Putusan
hakim (nasional maupun internasional)
d. Semua
Jawaban Benar