Kamis, 22 Maret 2012

Peta Perekonomian Indonesia


PETA PEREKONOMIAN INDONESIA
1.  Keadaan Geografis Indonesia
Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004; lihat pula: jumlah pulau di Indonesia), sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni tetap, menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi Indonesia. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dan rangkaian pulau-pulau ini disebut pula sebagai kepulauan Nusantara atau kepulauan Indonesia.
Peta garis kepulauan Indonesia, Deposit oleh Republik Indonesia pada daftar titik-titik koordinat geografis berdasarkan pasal 47, ayat 9, dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi and 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut. Indonesia merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire). Terdapat puluhan patahan aktif di wilayah Indonesia.
Pengertian letak geografis adalah letak suatu negara dilihat dari kenyataan di permukaan bumi. Menurut letak geografisnya Indonesia terletak di antara dua benua, yakni Asia dan Australia, dan di antara dua samudra, yakni Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak Indonesia yang diapit dua benua dan berada di antara dua samudra berpengaruh besar terhadap keadaan alam maupun kehidupan penduduk.
Letak astronomis Indonesia antara 6oLU - 11oLS dan 95oBT - 141oBT. Dengan letak tersebut, Indonesia dilewati garis equator (0o) atau disebut dengan garis khatulistiwa yang terletak di antara 0oLU - 23½oLU dan 0oLS - 23½oLS. Posisi ini menjadikan negara Indonesia menjadi negara yang beriklim tropis. Seperti pada gambar di atas, terlihat hutan tropis yang ada di Indonesia. Di dalamnya banyak dihuni bermacam jenis flora dan fauna Asiatis.
·         Pengaruh Letak Geografis terhadap Keadaan Alam 
Indonesia merupakan negara kepulauan yang merupakan pertemuan dua samudra besar (Samudra Pasifik dan Samudra Hindia) dan diapit daratan luas (Benua Asia dan Australia). Hal itu berpengaruh terhadap kondisi alam.
a. Wilayah Indonesia beriklim laut, sebab merupakan negara kepulauan, sehingga   banyak memperoleh pengaruh angin laut yang mendatangkan banyak hujan.
b. Indonesia memiliki iklim musim, yaitu iklim yang dipengaruhi oleh angin muson yang berembus setiap 6 bulan sekali berganti arah. Hal ini menyebabkan musim kemarau dan musim hujan di Indonesia.
·         Pengaruh Letak Geografis terhadap Keadaan Penduduk
Karena Indonesia terletak pada posisi silang (cross position) antara dua benua dan dua samudra, maka pengaruhnya bagi kehidupan bangsa Indonesia adalah sebagai berikut.
a. Indonesia banyak dipengaruhi oleh kebudayaan asing, yakni dalam bidang seni, bahasa, peradaban, dan agama.
b. Indonesia terletak di antara negara-negara berkembang, sehingga memiliki banyak mitra kerja sama.
c. Lalu lintas perdagangan dan pelayaran di Indonesia cukup ramai, sehingga menunjang perdagangan di Indonesia dan menambah sumber devisa negara.

Hasil tambang

Sumber daya alam hasil penambangan memiliki beragam fungsi bagi kehidupan manusia, seperti bahan dasar infrastruktur, kendaraan bermotor, sumber energi, maupun sebagai perhiasan. Berbagai jenis bahan hasil galian memiliki nilai ekonomi yang besar dan hal ini memicu eksploitasi sumber daya alam tersebut. Beberapa negara, seperti Indonesia dan Arab, memiliki pendapatan yang sangat besar dari sektor ini. Jumlahnya sangat terbatas, oleh karena itu penggunaannya harus dilakukan secara efisein. Beberapa contoh bahan tambang dan pemanfaatannya:
  • Avtur untuk bahan bakar pesawat terbang;
  • Bensin untuk bahan bakar kendaraan bermotor;
  • Minyak Tanah untuk bahan baku lampu minyak;
  • Solar untuk bahan bakar kendaraan diesel;
  • LNG (Liquid Natural Gas) untuk bahan bakar kompor gas;
  • Oli ialah bahan untuk pelumas mesin;
  • Vaselin ialah salep untuk bahan obat;
  • Parafin untuk bahan pembuat lilin; dan
  • Aspal untuk bahan pembuat jalan (dihasilkan di Pulau Buton)
dimanfaatkan untuk bahan bakar industri dan rumah tangga.
Untuk peralatan rumah tangga, pertanian dan lain-lain
merupakan jenis logam yang berwarna kekuning-kuningan, lunak dan mudah ditempa.
Sebagai bahan dasar pembuatan alumunium.
-Emas dan Perak
untuk perhiasan
Untuk bahan bangunan rumah atau gedung
Untuk bahan obat penyakit kulit dan korek api
Untuk obat dan peramu garam dapur beryodium
Untuk bahan pelapis besi agar tidak mudah berkarat.
Untuk bahan bakar kompor gas
Untuk pembuatan pembuatan besi baja
Bermanfaat untuk membuat pensil
2.  Mata Pencaharian
Indonesia Negara Agraris Agenda besar negara ini untuk menjadi sebuah industry country, agaknya harus dikaji ulang. Dari kultur dan budaya bangsa yang unik, muncullah kendala untuk merealisasikan hal ini. Meskipun secara fisik Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, namun secara mental hal itu harus dipertanyakan. Modal fisik Indonesia untuk menjadi sebuah negara industri tidak dipungkiri lagi sangatlah terjamin. Sumber daya alam yang berlimpah, dari Sabang sampai Merauke. Dengan hasil tambang yang berlimpah, hutan yang kaya, laut dengan bermacam hasilnya, dan limpahan kekayaan alam lainnya. Kemudian, tenaga kerja juga tak perlu dipertanyakan, mengingat jumlah penduduk Indonesia lebih dari dua ratus juta orang dan di semua sektor, tenaga kerja tersedia, dari sektor bawah (kuli, buruh) hingga sektor atas (insinyur dan para tenaga ahli).Namun, di balik terjaminnya modal fisik tersebut, ada modal yang tak dimiliki bangsa Indonesia. Etos kerja dan mentalitas adalah modal yang tidak dimiliki bangsa ini. Etos kerja yang lemah, menjadikan bangsa ini malas untuk bekerja keras. Sedangkan kerja keras adalah satu hal yang sangat penting untuk membangun masyarakat industri. Kita dapat melihat ini dengan mengaca pada Jepang dan Korea Selatan. Jepang dan Korea Selatan merupakan contoh yang pas untuk menggambarkan hal ini. Etos kerja kedua bangsa ini tak perlu diragukan lagi. Dengan etos kerja yang mereka miliki, dalam beberapa dekade saja mereka telah menjadi negara industri yang mumpuni. Lihat saja barang-barang industri buatan Jepang dan Korea, hampir di semua tempat ada barang buatan mereka. Dari alat elektronik (HP, pemutar CD, televisi, kulkas) hingga mobil dengan berbagai merek mengisi ruang-ruang di depan kita.Yang kedua, mentalitas. Dengan mentalitas masyarakat yang tenggelam dalam ekstasi konsumerisme (meminjam bahasanya Yasraf Amir Piliang, Dunia yang Dilipat, 105) maka, untuk mewujudkan negara Indonesia sebagai negara industri, adalah hal “mustahil”. Dengan kata lain untuk berubah menjadi sebuah negara industri, terlebih rubahlah pola pikir bangsa dulu. Sebuah bangsa yang diisi dengan masyarakat konsumer, akan selalu menjadi negara konsumen, demikian hukum alamiah yang berlaku. Karena pola pikir yang memenuhi otak mereka, cenderung menginginkan kemudahan-kemudahan dengan memilih menjadi manusia konsumtif dari pada menjadi manusia produktif. Selain itu dengan mentalitas konsumerisme ini, maka barang produksi dalam negeri yang cenderung mahal tidak menjadi pilihan para konsumen. Lebih baik membeli barang murah dari Cina dengan kualitas sama dengan barang dalam negeri, atau membeli barang yang agak mahal dari Jepang dengan kualitas yang lebih baik dari pada barang dalam negeri. Dengan begitu lemahlah semangat produktivitas bangsa ini, buat apa memproduksi barang jika tak ada pembeli.Dengan kondisi seperti ini tentu upaya untuk mewujudkan Indonesia sebagai sebuah negara industri akan sulit dilakukan. Indonesia butuh etos kerja yang tinggi dan mentalitas yang kuat untuk menjadi produktif, jika hal ini tetap begini, siapkanlah diri kita untuk selamanya menjadi bangsa yang terbelakang. Meski manusianya didandani dengan pakaian dan make up paling modern sekalipun, jika mentalitasnya adalah mentalisme konsumerisme tetap saja bangsa ini menjadi bangsa yang terbelakang. Corak negara agraris, sebagi satu pilihanSetelah melihat dan merasakan bahwa bangsa Indonesia belum cukup mampu untuk menjadi negara industri, maka satu “perubahan” harus tetap dilakukan, life must be go on.

3.  Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena itu, dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan industri dan organisasi.

Laju Pertumbuhan Penduduk Di Indonesia Meningkat

Seperti yang kita ketahui laju pertumbuhan penduduk di Indonesia meningkat hal ini disebabkan Ledakan jumlah penduduk yang akan membawa berbagai dampak buruk mengancam Indonesia jika laju pertumbuhannya tidak segera dikendalikan dengan serius.
 "Menurut hasil sensus penduduk 2010, Indonesia menunjukkan gejala ledakan penduduk," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Sugiri Syarif.
Jumlah penduduk Indonesia saat ini tercatat 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,49 persen. Jika laju pertumbuhan penduduk tetap pada angka itu, pada 2045 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 450 juta jiwa.
Jumlah itu bisa saja terjadi karena saat ini jumlah anak yang diinginkan oleh keluarga Indonesia lebih tinggi dari tingkat fertilitas 2,6 persen per ibu.
"Umumnya kalau ditanya mereka mengatakan ingin mempunyai anak lebih dari tiga, antara empat sampai lima, dan kalau itu dilakukan sudah pasti fertilitasnya naik dan akan berpengaruh pada laju pertambahan penduduk," katanya.
Pertumbuhan penduduk 1,49 persen jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ideal untuk Indonesia yang hanya 0,5 persen.
Menurut Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia Sonny Harry Harmadi, ancaman ledakan penduduk menjadi nyata karena hasil sensus penduduk 2010 menunjukkan laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi dari asumsi 1,3 persen.
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana pada masa pemerintahan Presiden Suharto, Haryono Suyono mengatakan, ancaman ledakan penduduk Indonesia saat ini lebih besar dibanding 1970-an.
"Sekarang jumlah penduduk di bawah 15 tahun sekitar 60-65 juta jiwa tapi penduduk 15-60 tahun sekitar 150 juta," katanya.
Jika penduduk dewasa ini subur dan masing-masing mempunyai anak satu saja, jumlah anak yang dilahirkan oleh keluarga muda ini sudah dua atau tiga kali dari jumlah anak yang dilahirkan keluarga muda pada 1970.
Menurut Haryono, anak-anak yang dilahirkan sekarang jauh lebih sehat dibanding kondisi 1970 sehingga tingkat kematian anak menurun drastis di bawah 50 persen, dan dengan sendirinya mereka akan menambah jumlah penduduk dengan kecepatan jauh lebih tinggi.
Ledakan jumlah penduduk akan membawa berbagai dampak buruk seperti sampah, banjir, kemacetan lalu lintas, kesulitan akses air bersih, pengangguran, pendidikan, kesehatan, dan krisis pangan.
Menurut Perwakilan Ikatan Perstatistikan Indonesia (ISI) Amarsyah Tambunan, ledakan jumlah penduduk juga dapat berimplikasi pada penyediaan energi dan lahan permukiman serta meningkatkan degradasi sumber daya alam dan lingkungan.
"Jumlah penduduk yang besar bukan sekadar jadi masalah ekonomi, tapi juga terkait dengan masalah persoalan politik dan idiologi," katanya.
Selain itu, ledakan jumlah penduduk dengan pertumbuhan yang pesat juga berpotensi mengakibatkan perpecahan bangsa seperti yang dialami Uni Soviet dan Yugoslavia.
Langkah pengendalian
Mengingat berbagai dampak buruk tersebut, pemerintah harus melakukan langkah pengendalian jumlah penduduk, serta upaya pengelolaan sumber daya manusia yang tepat sehingga jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi pembangunan, bukan menjadi beban negara.
Salah satu langkah yang bisa diambil adalah menggiatkan kembali program keluarga berencana yang mengendur selama beberapa tahun terakhir. Dengan program KB, laju pertambahan penduduk dapat dikendalikan.
Sonny Harry Darmadi mengusulkan pemerintah memberikan hadiah kepada keluarga yang memiliki dua anak. "Mindset masyarakat harus diubah, yaitu memiliki hanya dua anak itu lebih baik," katanya.
Pemerintah sendiri sudah berupaya meningkatkan infrastruktur layanan program KB termasuk sarana dan prasarana klinik.
Menurut Sekretaris Utama BKKBN Sudibyo Alimoeso, pada 2010 BKKBN memperbaiki dan membangun 23.500 klinik KB. Pada 2011, pemerintah juga bakal melatih 35 ribu bidan dan 10.353 dokter umum agar dapat memberikan pelayanan KB dengan alat kontrasepsi IUD.
Selain dengan program KB, pemerintah perlu mengatisipasi masalah yang dapat ditimbulkan oleh ledakan jumlah penduduk dengan menciptakan banyak lapangan kerja, meningkatkan pendidikan penduduk, meningkatkan pemerataan penduduk dengan transmigrasi, dan meningkatkan produksi pangan.
Untuk mengatisipasi ledakan penduduk, pemerintah menyusun desain induk kependudukan yang meliputi aspek kualitas, kuantitas, pembangunan keluarga, mobilitas dan administrasi penduduk. "Saat ini desain induk masih pada tahap penyusunan dan pembahasan," kata Kepala BKKBN Sugiri Syarief.
Apa pun langkah dan upaya yang dilakukan pemerintah, hasilnya tidak akan optimal tanpa partisipasi masyarakat. Karena itu, semua komponen bangsa wajib turut mencegah ledakan penduduk. Ledakan jumlah penduduk yang akan membawa berbagai dampak buruk mengancam Indonesia jika laju pertumbuhannya tidak segera dikendalikan dengan serius.
"Menurut hasil sensus penduduk 2010, Indonesia menunjukkan gejala ledakan penduduk," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Sugiri Syarif.
Jumlah penduduk Indonesia saat ini tercatat 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,49 persen. Jika laju pertumbuhan penduduk tetap pada angka itu, pada 2045 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 450 juta jiwa.
Jumlah itu bisa saja terjadi karena saat ini jumlah anak yang diinginkan oleh keluarga Indonesia lebih tinggi dari tingkat fertilitas 2,6 persen per ibu.
"Umumnya kalau ditanya mereka mengatakan ingin mempunyai anak lebih dari tiga, antara empat sampai lima, dan kalau itu dilakukan sudah pasti fertilitasnya naik dan akan berpengaruh pada laju pertambahan penduduk," katanya.
Pertumbuhan penduduk 1,49 persen jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ideal untuk Indonesia yang hanya 0,5 persen.
Menurut Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia Sonny Harry Harmadi, ancaman ledakan penduduk menjadi nyata karena hasil sensus penduduk 2010 menunjukkan laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi dari asumsi 1,3 persen.
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana pada masa pemerintahan Presiden Suharto, Haryono Suyono mengatakan, ancaman ledakan penduduk Indonesia saat ini lebih besar dibanding 1970-an.
"Sekarang jumlah penduduk di bawah 15 tahun sekitar 60-65 juta jiwa tapi penduduk 15-60 tahun sekitar 150 juta," katanya.
Jika penduduk dewasa ini subur dan masing-masing mempunyai anak satu saja, jumlah anak yang dilahirkan oleh keluarga muda ini sudah dua atau tiga kali dari jumlah anak yang dilahirkan keluarga muda pada 1970.
Menurut Haryono, anak-anak yang dilahirkan sekarang jauh lebih sehat dibanding kondisi 1970 sehingga tingkat kematian anak menurun drastis di bawah 50 persen, dan dengan sendirinya mereka akan menambah jumlah penduduk dengan kecepatan jauh lebih tinggi.
Ledakan jumlah penduduk akan membawa berbagai dampak buruk seperti sampah, banjir, kemacetan lalu lintas, kesulitan akses air bersih, pengangguran, pendidikan, kesehatan, dan krisis pangan.
Menurut Perwakilan Ikatan Perstatistikan Indonesia (ISI) Amarsyah Tambunan, ledakan jumlah penduduk juga dapat berimplikasi pada penyediaan energi dan lahan permukiman serta meningkatkan degradasi sumber daya alam dan lingkungan.
"Jumlah penduduk yang besar bukan sekadar jadi masalah ekonomi, tapi juga terkait dengan masalah persoalan politik dan idiologi," katanya.
Selain itu, ledakan jumlah penduduk dengan pertumbuhan yang pesat juga berpotensi mengakibatkan perpecahan bangsa seperti yang dialami Uni Soviet dan Yugoslavia.
Langkah pengendalian
Mengingat berbagai dampak buruk tersebut, pemerintah harus melakukan langkah pengendalian jumlah penduduk, serta upaya pengelolaan sumber daya manusia yang tepat sehingga jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi pembangunan, bukan menjadi beban negara.
Salah satu langkah yang bisa diambil adalah menggiatkan kembali program keluarga berencana yang mengendur selama beberapa tahun terakhir. Dengan program KB, laju pertambahan penduduk dapat dikendalikan.
Sonny Harry Darmadi mengusulkan pemerintah memberikan hadiah kepada keluarga yang memiliki dua anak. "Mindset masyarakat harus diubah, yaitu memiliki hanya dua anak itu lebih baik," katanya.
Pemerintah sendiri sudah berupaya meningkatkan infrastruktur layanan program KB termasuk sarana dan prasarana klinik.
Menurut Sekretaris Utama BKKBN Sudibyo Alimoeso, pada 2010 BKKBN memperbaiki dan membangun 23.500 klinik KB. Pada 2011, pemerintah juga bakal melatih 35 ribu bidan dan 10.353 dokter umum agar dapat memberikan pelayanan KB dengan alat kontrasepsi IUD.
Selain dengan program KB, pemerintah perlu mengatisipasi masalah yang dapat ditimbulkan oleh ledakan jumlah penduduk dengan menciptakan banyak lapangan kerja, meningkatkan pendidikan penduduk, meningkatkan pemerataan penduduk dengan transmigrasi, dan meningkatkan produksi pangan.
Untuk mengatisipasi ledakan penduduk, pemerintah menyusun desain induk kependudukan yang meliputi aspek kualitas, kuantitas, pembangunan keluarga, mobilitas dan administrasi penduduk. "Saat ini desain induk masih pada tahap penyusunan dan pembahasan," kata Kepala BKKBN Sugiri Syarief.
Apa pun langkah dan upaya yang dilakukan pemerintah, hasilnya tidak akan optimal tanpa partisipasi masyarakat. Karena itu, semua komponen bangsa wajib turut mencegah ledakan penduduk.
Persebaran Penduduk di Indonesia

Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk disuatu wilayah dibandingkan dengan luas wilayahnya yang dihitung jiwa per km kuadrat. Berdasarkan sensus penduduk dan survey penduduk, persebaran penduduk Indonesia antar provinsi yang satu dengan provinsi yang lain tidak merata.

Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya persebaran penduduk :
1) Kesuburan tanah, daerah atau wilayah yang ditempati banyak penduduk, karena dapat dijadikan sebagai lahan bercocok tanam dan sebaliknya.
2) Iklim, wilayah yang beriklim terlalu panas, terlalu dingin, dan terlalu basah biasanya tidak disenangi sebagai tempat tinggal
3) Topografi atau bentuk permukaan tanah pada umumnya masyarakat banyak bertempat tinggal di daerah datar
4) Sumber air
5) Perhubungan atau transportasi

Angkatan Kerja

Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan. Angkatan kerja dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu :
1. Mereka yang bekerja penuh adalah angkatan kerja yang aktif menyumbangkan tenaganya dalam kegiatan produksi.
2. Pengangguran terbuka atau open unemployment adalah mereka yang sama sekali tidak bekerja, tetapi sedang mencari pekerjaan (sewaktu-waktu siap bekerja)
3. Setengah menganggur atau under unemployment adalah mereka yang bekerja tidak sesuai dengan pendidikan/keahliannya atau tidak menggunakan sepenuh tenaganya karena kekurangan lapangan perkerjaan. Contoh : Seorang sarjana bekerja tidak sesuai dengan pendidikannya.
4. Pengangguran tersembunyi/tersamar atau disebut disguise employment, artinya suatu pekerjaan dikerjakan oleh pekerja yang berlebihan sehingga mereka tidak bekerja maksimal.

Pendidikan di Indonesia













Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Kemdiknas), dahulu bernama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Depdikbud). Di Indonesia, semua penduduk wajib mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun di sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah. Saat ini, pendidikan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama, yaitu formal, nonformal, dan informal. Pendidikan juga dibagike dalam empat jenjang, yaitu anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi.

Sistem Pendidikan Di Indonesia


Menurut Situs Wiki, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
John Dewey mewakili aliran filsafat pendidikan modern merumuskan Education is all one growing; it has no end beyond it self, pendidikan adalah segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan, pendidikan sendiri tidak punya tujuan akhir di balik dirinya. Dalam proses pertumbuhan ini anak mengembangkan diri ketingkat yang makin sempurna atau life long Education, dalam artian pendidikan berlangsung selama hidup. Pendidikan merupakan gejala insani yang fundamental dalam kehidupan manusia untuk mengatarkan anak manusia kedunia peradaban. Juga merupakan bimbingan eksistensial manusiawi dan bimbingan otentik, supaya anak mengenali jati dirinya yang unik, mampu bertahan memiliki dan melanjutkan atau mengembangkan warisan sosial generasi terdahulu, untuk kemudian dibangun lewat akal budi dan pengalaman (Kartono, 1997:12).
Di Indonesia pendidikan formal seperti SD,SMP,SMA,Universitas memang membuat murid didiknya menjadi lebih pintar tetapi belum tentu menjadi lebih expert. Ini dikarenakan terlalu banyak pelajaran yang harus di pelajari tetapi pelajaran tersebut belum terfokus kepada minat dari siswa itu sendiri. Mengapa? Kita lihat saja kurikulum di SMP-SMA, untuk UAN nya dulu pernah hanya terfokus kepada 3 mata pelajaran. Pelajaran tersebut adalah matematika, bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Dan saat ini sudah menjadi 6 mata pelajaran di tambah mata pelajaran jurusan masing-masing.
Selain 6 mata pelajaran yang di ujikan berarti mata pelajaran tambahan tidak perlu di pelajari karena tidak terfokus. Realitanya bahwa mata pelajaran yang di terima lebih dari mata pelajaran yang di fokuskan. Ini membuat siswa menjadi berat untuk mempelajari semua mata pelajaran yang ada.
Kita lihat di perkuliahan, untuk lulus perkuliahan ada mata kuliah wajib dan mata kuliah pilihan, tetapi untuk setiap universitas, belum tentu ada kesamaan walau akreditasi sudah setingkat. Untuk mendapatkan gelar Sarjana di butuhkan kurang lebih sejumlah 152 SKS. Dan untuk skripsi boleh terfokuskan kedalam 1 mata kuliah. Yang jadi pertanyaan apakah mata kuliah pilihan itu sesuai dengan pilihan siswa atau malah dipilihkan??? Jika siswa sendiri yang memilih maka ia akan memilih sesuai dengan kemauannya dan tidak terbuang waktunya untuk belajar.

Bahkan ketika melakukan research untuk level doctorate, tidak semenderita anak2 SD yang dipaksa2 menghafal ( karena tidak sesuai fungsi otak) hal2 yang pada akhirnya hanya akan diingat 1-2% saja. Anda tahu tidak kuis yang mengadu orang dewasa dengan anak kelas 5 SD itu adalah bukti nyata bahwa sistem pendidikan doktrinasi itu terlalu ineffisien dan ineffective.
Sekolah seharusnya mengajarkan kita logika, pola pikir bukan ilmu2 hafalan. Toh setelah tamat sekolah kita pasti sudah lupa semua atau lupa dalam waktu 3 hari setelah ujian selesai. Berapa perbandingan ilmu yang berguna dengan total ilmu yang kita pelajari? Banyak orang yang mendapatkan pekerjaan yang sama sekali tidak berhubungan dengan jurusan mereka. Yang sekolah harus perhatikan justru bukan hasilnya tapi prosesnya karena kepribadian seorang anak itu dibentuk dari sekolah juga yaitu dari teman2nya, lingkungannya dan kegiatannya selama sekolah.
Selain jejali otak anak2 dengan ilmu yang di miliki guru-nya, ada baiknya kurikulum membuka lebar kesempatan dan ruang untuk membebaskan anak bangsa dari belenggu kurikulum hafalan menjadi kurikukulum pengembangan inisiatif dan bakat. Kalau bisa, kurikulum yang sifatnya tidak membagi anak2 didik menjadi (stigma) anak pintar dan anak bodoh, padahal tak ada manusia yang bodoh tapi yang ada hanya berbeda bakat.
Realita pendidikan di Indonesia saat ini menunjukkan adanya proses pembaharuan sistem secara berkelanjutan. Mulai dari standardisasi nilai Ujian Akhir Nasional hingga kebijakan penerapan otonomi kampus di Perguruan Tinggi dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Semua sistem yang hari ini berusaha diterapkan pada dunia pendidikan di Indonesia menimbulkan berbagai fenomena unik, mulai dari penolakan keras hingga kritik terhadap sistem tersebut.
Dr.dr.B.M Wara Kushartanti (pemerhati pendidikan.red), mengungkapkan bahwa  sistem pendidikan Indonesia tidak membuat siswa kreatif karena hanya terfokus pada proses logika, kata-kata, matematika, dan urutan dominan. Akibatnya perkembangan otak siswa tidak maksimal dan miskin ide baru. Pernyataan tersebut mungkin ada benarnya jika dikaitkan dengan proses pendidikan hari ini. Value Oriented yang dimaknai sebagai hasil akhir, bukan dari proses yang dilakukan, terkadang menjerumuskan paradigma pendidikan. Sehingga tak aneh ketika seorang sarjana dengan IPK Cum Laude  tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengaplikasikan ilmu yang didapatkan di bangku perkuliahan. Orientasi pada nilai cenderung mengesampingkan proses kreatifitas yang justru dibutuhkan ketika “terjun” di masyarakat.
Dalam pandangan kritis, tugas pendidikan adalah melakukan refleksi kritis terhadap sistem dan “ideologi dominan” yang tengah berlaku di masyarakat, menantang sistem yang tidak adil serta memikirkan sistem alternatif ke arah transformasi sosial menuju suatu masyarakat yang adil. Dengan kata lain, tugas utama pendidikan adalah “memanusiakan” kembali manusia yang mengalami “dehumanisasi” karena sistem dan struktur yang tidak adil. Konsep yang coba untuk dituangkan oleh Paulo Freire, seorang pemikir berkebangsaan Brazil adalah “proses pendidikan Sosial”. Dalam hal ini, sistem pendidikan menempatkan pelajar sebagai subjek bukan objek. Sedangkan realita sosial yang terjadi di sekitar dijadikan sebagai materi pembelajaran. Proses ini mengantarkan terwujudnya dialektika dan kesadaran kritis dari tiap individu.
Terkait dengan sistem pendidikan di Indonesia yang masih berorientasi pada nilai akhir, maka konsep “pendidikan kritis” oleh Paulo Freire ini dapat merubah paradigma pendidikan tersebut. Perubahan paradigma pendidikan yang berorientasi pada nilai agaknya perlu diikuti dengan perubahan sistem yang lebih “humanis” dan berkeadilan karena mengingat kembali bahwa tujuan yang diemban negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang berlandaskan pancasila. Pada akhirnya, pendidikan tak hanya dimaknai sekedar ajang mencari nilai bagus dan ijazah sebagai bentuk legitimasi. Namun lebih dari itu, pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan manusia dan membentuk manusia yang beradab dan berkontribusi bagi peradaban bangsa.

Sellmie Asgari Cristy, 1EB06
Daftar Pustaka