PETA
PEREKONOMIAN INDONESIA
1. Keadaan Geografis Indonesia
Indonesia
memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004; lihat pula: jumlah pulau di Indonesia),
sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni tetap, menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat
penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi
Indonesia. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa,
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dan rangkaian pulau-pulau ini
disebut pula sebagai kepulauan Nusantara atau kepulauan Indonesia.
Peta garis kepulauan Indonesia, Deposit oleh
Republik Indonesia pada daftar titik-titik koordinat geografis berdasarkan
pasal 47, ayat 9, dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung
berapi and 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung
berapi terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut. Indonesia
merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire). Terdapat puluhan
patahan aktif di wilayah Indonesia.
Pengertian letak
geografis adalah letak
suatu negara dilihat dari kenyataan di permukaan bumi. Menurut
letak geografisnya Indonesia terletak di antara dua benua, yakni Asia
dan Australia, dan di antara dua samudra, yakni Samudra Hindia
dan Samudra Pasifik. Letak
Indonesia yang diapit dua benua dan berada di antara dua
samudra berpengaruh besar terhadap keadaan alam maupun kehidupan penduduk.
Letak astronomis
Indonesia antara
6oLU - 11oLS dan 95oBT
- 141oBT. Dengan letak tersebut, Indonesia dilewati garis equator (0o) atau disebut
dengan garis khatulistiwa yang terletak di antara 0oLU - 23½oLU
dan 0oLS - 23½oLS. Posisi ini menjadikan negara
Indonesia menjadi negara yang beriklim tropis. Seperti pada gambar di
atas, terlihat hutan tropis yang ada di Indonesia. Di dalamnya
banyak dihuni bermacam jenis flora dan fauna Asiatis.
·
Pengaruh Letak
Geografis terhadap Keadaan Alam
Indonesia merupakan negara kepulauan yang merupakan pertemuan dua samudra besar (Samudra Pasifik dan Samudra Hindia) dan diapit daratan luas (Benua Asia dan Australia). Hal itu berpengaruh terhadap kondisi alam.
a. Wilayah Indonesia beriklim laut, sebab merupakan negara kepulauan, sehingga banyak memperoleh pengaruh angin laut yang mendatangkan banyak hujan.
b. Indonesia memiliki iklim musim, yaitu iklim yang dipengaruhi oleh angin muson yang berembus setiap 6 bulan sekali berganti arah. Hal ini menyebabkan musim kemarau dan musim hujan di Indonesia.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang merupakan pertemuan dua samudra besar (Samudra Pasifik dan Samudra Hindia) dan diapit daratan luas (Benua Asia dan Australia). Hal itu berpengaruh terhadap kondisi alam.
a. Wilayah Indonesia beriklim laut, sebab merupakan negara kepulauan, sehingga banyak memperoleh pengaruh angin laut yang mendatangkan banyak hujan.
b. Indonesia memiliki iklim musim, yaitu iklim yang dipengaruhi oleh angin muson yang berembus setiap 6 bulan sekali berganti arah. Hal ini menyebabkan musim kemarau dan musim hujan di Indonesia.
·
Pengaruh Letak
Geografis terhadap Keadaan Penduduk
Karena Indonesia terletak pada posisi silang (cross position) antara dua benua dan dua samudra, maka pengaruhnya bagi kehidupan bangsa Indonesia adalah sebagai berikut.
a. Indonesia banyak dipengaruhi oleh kebudayaan asing, yakni dalam bidang seni, bahasa, peradaban, dan agama.
b. Indonesia terletak di antara negara-negara berkembang, sehingga memiliki banyak mitra kerja sama.
c. Lalu lintas perdagangan dan pelayaran di Indonesia cukup ramai, sehingga menunjang perdagangan di Indonesia dan menambah sumber devisa negara.
Karena Indonesia terletak pada posisi silang (cross position) antara dua benua dan dua samudra, maka pengaruhnya bagi kehidupan bangsa Indonesia adalah sebagai berikut.
a. Indonesia banyak dipengaruhi oleh kebudayaan asing, yakni dalam bidang seni, bahasa, peradaban, dan agama.
b. Indonesia terletak di antara negara-negara berkembang, sehingga memiliki banyak mitra kerja sama.
c. Lalu lintas perdagangan dan pelayaran di Indonesia cukup ramai, sehingga menunjang perdagangan di Indonesia dan menambah sumber devisa negara.
Hasil tambang
Sumber daya alam hasil penambangan memiliki beragam fungsi bagi
kehidupan manusia, seperti bahan dasar infrastruktur,
kendaraan bermotor, sumber
energi, maupun sebagai perhiasan. Berbagai jenis
bahan hasil galian memiliki nilai ekonomi yang besar dan hal ini memicu
eksploitasi sumber daya alam tersebut. Beberapa negara, seperti Indonesia dan
Arab, memiliki pendapatan yang sangat besar dari sektor ini. Jumlahnya sangat
terbatas, oleh karena itu penggunaannya harus dilakukan secara efisein.
Beberapa contoh bahan tambang dan pemanfaatannya:
- Avtur untuk bahan bakar pesawat terbang;
- Bensin untuk bahan bakar kendaraan bermotor;
- Minyak Tanah untuk bahan baku lampu minyak;
- Solar untuk bahan bakar kendaraan diesel;
- LNG (Liquid Natural Gas) untuk bahan bakar kompor gas;
- Oli ialah bahan untuk pelumas mesin;
- Vaselin ialah salep untuk bahan obat;
- Parafin untuk bahan pembuat lilin; dan
- Aspal untuk bahan pembuat jalan (dihasilkan di Pulau Buton)
dimanfaatkan untuk bahan bakar industri dan rumah tangga.
Untuk peralatan rumah tangga, pertanian dan lain-lain
merupakan jenis logam yang berwarna
kekuning-kuningan, lunak dan mudah ditempa.
Sebagai bahan dasar pembuatan alumunium.
untuk perhiasan
Untuk bahan bangunan rumah atau gedung
Untuk bahan obat penyakit kulit dan korek api
Untuk obat dan peramu garam dapur beryodium
Untuk bahan pelapis besi agar tidak mudah
berkarat.
Untuk bahan bakar kompor gas
Untuk pembuatan pembuatan besi baja
Bermanfaat untuk membuat pensil
2. Mata
Pencaharian
Indonesia Negara Agraris Agenda besar
negara ini untuk menjadi sebuah industry country, agaknya harus dikaji ulang.
Dari kultur dan budaya bangsa yang unik, muncullah kendala untuk merealisasikan
hal ini. Meskipun secara fisik Indonesia memiliki potensi yang sangat besar,
namun secara mental hal itu harus dipertanyakan. Modal fisik Indonesia untuk
menjadi sebuah negara industri tidak dipungkiri lagi sangatlah terjamin. Sumber
daya alam yang berlimpah, dari Sabang sampai Merauke. Dengan hasil tambang yang
berlimpah, hutan yang kaya, laut dengan bermacam hasilnya, dan limpahan
kekayaan alam lainnya. Kemudian, tenaga kerja juga tak perlu dipertanyakan,
mengingat jumlah penduduk Indonesia lebih dari dua ratus juta orang dan di
semua sektor, tenaga kerja tersedia, dari sektor bawah (kuli, buruh) hingga
sektor atas (insinyur dan para tenaga ahli).Namun, di balik terjaminnya modal
fisik tersebut, ada modal yang tak dimiliki bangsa Indonesia. Etos kerja dan
mentalitas adalah modal yang tidak dimiliki bangsa ini. Etos kerja yang lemah,
menjadikan bangsa ini malas untuk bekerja keras. Sedangkan kerja keras adalah
satu hal yang sangat penting untuk membangun masyarakat industri. Kita dapat
melihat ini dengan mengaca pada Jepang dan Korea Selatan. Jepang dan Korea
Selatan merupakan contoh yang pas untuk menggambarkan hal ini. Etos kerja kedua
bangsa ini tak perlu diragukan lagi. Dengan etos kerja yang mereka miliki,
dalam beberapa dekade saja mereka telah menjadi negara industri yang mumpuni.
Lihat saja barang-barang industri buatan Jepang dan Korea, hampir di semua
tempat ada barang buatan mereka. Dari alat elektronik (HP, pemutar CD,
televisi, kulkas) hingga mobil dengan berbagai merek mengisi ruang-ruang di
depan kita.Yang kedua, mentalitas. Dengan mentalitas masyarakat yang tenggelam
dalam ekstasi konsumerisme (meminjam bahasanya Yasraf Amir Piliang, Dunia yang
Dilipat, 105) maka, untuk mewujudkan negara Indonesia sebagai negara industri,
adalah hal “mustahil”. Dengan kata lain untuk berubah menjadi sebuah negara
industri, terlebih rubahlah pola pikir bangsa dulu. Sebuah bangsa yang diisi
dengan masyarakat konsumer, akan selalu menjadi negara konsumen, demikian hukum
alamiah yang berlaku. Karena pola pikir yang memenuhi otak mereka, cenderung
menginginkan kemudahan-kemudahan dengan memilih menjadi manusia konsumtif dari
pada menjadi manusia produktif. Selain itu dengan mentalitas konsumerisme ini,
maka barang produksi dalam negeri yang cenderung mahal tidak menjadi pilihan
para konsumen. Lebih baik membeli barang murah dari Cina dengan kualitas sama
dengan barang dalam negeri, atau membeli barang yang agak mahal dari Jepang
dengan kualitas yang lebih baik dari pada barang dalam negeri. Dengan begitu
lemahlah semangat produktivitas bangsa ini, buat apa memproduksi barang jika
tak ada pembeli.Dengan kondisi seperti ini tentu upaya untuk mewujudkan
Indonesia sebagai sebuah negara industri akan sulit dilakukan. Indonesia butuh
etos kerja yang tinggi dan mentalitas yang kuat untuk menjadi produktif, jika
hal ini tetap begini, siapkanlah diri kita untuk selamanya menjadi bangsa yang
terbelakang. Meski manusianya didandani dengan pakaian dan make up paling
modern sekalipun, jika mentalitasnya adalah mentalisme konsumerisme tetap saja
bangsa ini menjadi bangsa yang terbelakang. Corak negara agraris, sebagi satu
pilihanSetelah melihat dan merasakan bahwa bangsa Indonesia belum cukup mampu
untuk menjadi negara industri, maka satu “perubahan” harus tetap dilakukan,
life must be go on.
3. Sumber
Daya Manusia
Sumber daya manusia atau
biasa disingkat menjadi SDM potensi yang
terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial
yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta
seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan
kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian
praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem
yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena itu, dalam bidang kajian
psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan industri dan
organisasi.
Laju Pertumbuhan Penduduk Di Indonesia Meningkat
Seperti yang kita ketahui laju pertumbuhan
penduduk di Indonesia meningkat hal ini disebabkan Ledakan jumlah penduduk yang
akan membawa berbagai dampak buruk mengancam Indonesia jika laju pertumbuhannya
tidak segera dikendalikan dengan serius.
"Menurut hasil sensus penduduk 2010, Indonesia
menunjukkan gejala ledakan penduduk," kata Kepala Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana (BKKBN) Sugiri Syarif.
Jumlah penduduk Indonesia saat ini tercatat
237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,49 persen. Jika laju pertumbuhan
penduduk tetap pada angka itu, pada 2045 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan
mencapai 450 juta jiwa.
Jumlah itu bisa saja terjadi karena saat ini
jumlah anak yang diinginkan oleh keluarga Indonesia lebih tinggi dari tingkat
fertilitas 2,6 persen per ibu.
"Umumnya kalau ditanya mereka mengatakan
ingin mempunyai anak lebih dari tiga, antara empat sampai lima, dan kalau itu
dilakukan sudah pasti fertilitasnya naik dan akan berpengaruh pada laju
pertambahan penduduk," katanya.
Pertumbuhan penduduk 1,49 persen jauh lebih
tinggi dari pertumbuhan ideal untuk Indonesia yang hanya 0,5 persen.
Menurut Kepala Lembaga Demografi Universitas
Indonesia Sonny Harry Harmadi, ancaman ledakan penduduk menjadi nyata karena
hasil sensus penduduk 2010 menunjukkan laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi
dari asumsi 1,3 persen.
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana
pada masa pemerintahan Presiden Suharto, Haryono Suyono mengatakan, ancaman
ledakan penduduk Indonesia saat ini lebih besar dibanding 1970-an.
"Sekarang jumlah penduduk di bawah 15
tahun sekitar 60-65 juta jiwa tapi penduduk 15-60 tahun sekitar 150 juta,"
katanya.
Jika penduduk dewasa ini subur dan
masing-masing mempunyai anak satu saja, jumlah anak yang dilahirkan oleh
keluarga muda ini sudah dua atau tiga kali dari jumlah anak yang dilahirkan
keluarga muda pada 1970.
Menurut Haryono, anak-anak yang dilahirkan
sekarang jauh lebih sehat dibanding kondisi 1970 sehingga tingkat kematian anak
menurun drastis di bawah 50 persen, dan dengan sendirinya mereka akan menambah
jumlah penduduk dengan kecepatan jauh lebih tinggi.
Ledakan jumlah penduduk akan membawa berbagai
dampak buruk seperti sampah, banjir, kemacetan lalu lintas, kesulitan akses air
bersih, pengangguran, pendidikan, kesehatan, dan krisis pangan.
Menurut Perwakilan Ikatan Perstatistikan
Indonesia (ISI) Amarsyah Tambunan, ledakan jumlah penduduk juga dapat
berimplikasi pada penyediaan energi dan lahan permukiman serta meningkatkan
degradasi sumber daya alam dan lingkungan.
"Jumlah penduduk yang besar bukan
sekadar jadi masalah ekonomi, tapi juga terkait dengan masalah persoalan
politik dan idiologi," katanya.
Selain itu, ledakan jumlah penduduk dengan
pertumbuhan yang pesat juga berpotensi mengakibatkan perpecahan bangsa seperti
yang dialami Uni Soviet dan Yugoslavia.
Langkah pengendalian
Mengingat berbagai dampak buruk tersebut,
pemerintah harus melakukan langkah pengendalian jumlah penduduk, serta upaya
pengelolaan sumber daya manusia yang tepat sehingga jumlah penduduk yang besar
dapat menjadi potensi pembangunan, bukan menjadi beban negara.
Salah satu langkah yang bisa diambil adalah
menggiatkan kembali program keluarga berencana yang mengendur selama beberapa
tahun terakhir. Dengan program KB, laju pertambahan penduduk dapat
dikendalikan.
Sonny Harry Darmadi mengusulkan pemerintah
memberikan hadiah kepada keluarga yang memiliki dua anak. "Mindset
masyarakat harus diubah, yaitu memiliki hanya dua anak itu lebih baik,"
katanya.
Pemerintah sendiri sudah berupaya
meningkatkan infrastruktur layanan program KB termasuk sarana dan prasarana
klinik.
Menurut Sekretaris Utama BKKBN Sudibyo
Alimoeso, pada 2010 BKKBN memperbaiki dan membangun 23.500 klinik KB. Pada
2011, pemerintah juga bakal melatih 35 ribu bidan dan 10.353 dokter umum agar
dapat memberikan pelayanan KB dengan alat kontrasepsi IUD.
Selain dengan program KB, pemerintah perlu
mengatisipasi masalah yang dapat ditimbulkan oleh ledakan jumlah penduduk
dengan menciptakan banyak lapangan kerja, meningkatkan pendidikan penduduk,
meningkatkan pemerataan penduduk dengan transmigrasi, dan meningkatkan produksi
pangan.
Untuk mengatisipasi ledakan penduduk,
pemerintah menyusun desain induk kependudukan yang meliputi aspek kualitas,
kuantitas, pembangunan keluarga, mobilitas dan administrasi penduduk.
"Saat ini desain induk masih pada tahap penyusunan dan pembahasan,"
kata Kepala BKKBN Sugiri Syarief.
Apa pun langkah dan upaya yang dilakukan
pemerintah, hasilnya tidak akan optimal tanpa partisipasi masyarakat. Karena
itu, semua komponen bangsa wajib turut mencegah ledakan penduduk. Ledakan
jumlah penduduk yang akan membawa berbagai dampak buruk mengancam Indonesia
jika laju pertumbuhannya tidak segera dikendalikan dengan serius.
"Menurut hasil sensus penduduk 2010,
Indonesia menunjukkan gejala ledakan penduduk," kata Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Sugiri Syarif.
Jumlah penduduk Indonesia saat ini tercatat
237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,49 persen. Jika laju pertumbuhan penduduk
tetap pada angka itu, pada 2045 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai
450 juta jiwa.
Jumlah itu bisa saja terjadi karena saat ini
jumlah anak yang diinginkan oleh keluarga Indonesia lebih tinggi dari tingkat
fertilitas 2,6 persen per ibu.
"Umumnya kalau ditanya mereka mengatakan
ingin mempunyai anak lebih dari tiga, antara empat sampai lima, dan kalau itu
dilakukan sudah pasti fertilitasnya naik dan akan berpengaruh pada laju
pertambahan penduduk," katanya.
Pertumbuhan penduduk 1,49 persen jauh lebih
tinggi dari pertumbuhan ideal untuk Indonesia yang hanya 0,5 persen.
Menurut Kepala Lembaga Demografi Universitas
Indonesia Sonny Harry Harmadi, ancaman ledakan penduduk menjadi nyata karena
hasil sensus penduduk 2010 menunjukkan laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi
dari asumsi 1,3 persen.
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana
pada masa pemerintahan Presiden Suharto, Haryono Suyono mengatakan, ancaman
ledakan penduduk Indonesia saat ini lebih besar dibanding 1970-an.
"Sekarang jumlah penduduk di bawah 15
tahun sekitar 60-65 juta jiwa tapi penduduk 15-60 tahun sekitar 150 juta,"
katanya.
Jika penduduk dewasa ini subur dan
masing-masing mempunyai anak satu saja, jumlah anak yang dilahirkan oleh
keluarga muda ini sudah dua atau tiga kali dari jumlah anak yang dilahirkan
keluarga muda pada 1970.
Menurut Haryono, anak-anak yang dilahirkan
sekarang jauh lebih sehat dibanding kondisi 1970 sehingga tingkat kematian anak
menurun drastis di bawah 50 persen, dan dengan sendirinya mereka akan menambah
jumlah penduduk dengan kecepatan jauh lebih tinggi.
Ledakan jumlah penduduk akan membawa berbagai
dampak buruk seperti sampah, banjir, kemacetan lalu lintas, kesulitan akses air
bersih, pengangguran, pendidikan, kesehatan, dan krisis pangan.
Menurut Perwakilan Ikatan Perstatistikan
Indonesia (ISI) Amarsyah Tambunan, ledakan jumlah penduduk juga dapat
berimplikasi pada penyediaan energi dan lahan permukiman serta meningkatkan
degradasi sumber daya alam dan lingkungan.
"Jumlah penduduk yang besar bukan
sekadar jadi masalah ekonomi, tapi juga terkait dengan masalah persoalan
politik dan idiologi," katanya.
Selain itu, ledakan jumlah penduduk dengan
pertumbuhan yang pesat juga berpotensi mengakibatkan perpecahan bangsa seperti
yang dialami Uni Soviet dan Yugoslavia.
Langkah pengendalian
Mengingat berbagai dampak buruk tersebut,
pemerintah harus melakukan langkah pengendalian jumlah penduduk, serta upaya
pengelolaan sumber daya manusia yang tepat sehingga jumlah penduduk yang besar
dapat menjadi potensi pembangunan, bukan menjadi beban negara.
Salah satu langkah yang bisa diambil adalah
menggiatkan kembali program keluarga berencana yang mengendur selama beberapa
tahun terakhir. Dengan program KB, laju pertambahan penduduk dapat
dikendalikan.
Sonny Harry Darmadi mengusulkan pemerintah
memberikan hadiah kepada keluarga yang memiliki dua anak. "Mindset
masyarakat harus diubah, yaitu memiliki hanya dua anak itu lebih baik,"
katanya.
Pemerintah sendiri sudah berupaya
meningkatkan infrastruktur layanan program KB termasuk sarana dan prasarana
klinik.
Menurut Sekretaris Utama BKKBN Sudibyo
Alimoeso, pada 2010 BKKBN memperbaiki dan membangun 23.500 klinik KB. Pada
2011, pemerintah juga bakal melatih 35 ribu bidan dan 10.353 dokter umum agar
dapat memberikan pelayanan KB dengan alat kontrasepsi IUD.
Selain dengan program KB, pemerintah perlu
mengatisipasi masalah yang dapat ditimbulkan oleh ledakan jumlah penduduk
dengan menciptakan banyak lapangan kerja, meningkatkan pendidikan penduduk,
meningkatkan pemerataan penduduk dengan transmigrasi, dan meningkatkan produksi
pangan.
Untuk mengatisipasi ledakan penduduk,
pemerintah menyusun desain induk kependudukan yang meliputi aspek kualitas,
kuantitas, pembangunan keluarga, mobilitas dan administrasi penduduk.
"Saat ini desain induk masih pada tahap penyusunan dan pembahasan,"
kata Kepala BKKBN Sugiri Syarief.
Apa pun langkah dan upaya yang dilakukan
pemerintah, hasilnya tidak akan optimal tanpa partisipasi masyarakat. Karena
itu, semua komponen bangsa wajib turut mencegah ledakan penduduk.
Persebaran Penduduk
di Indonesia
Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk disuatu wilayah dibandingkan dengan luas wilayahnya yang dihitung jiwa per km kuadrat. Berdasarkan sensus penduduk dan survey penduduk, persebaran penduduk Indonesia antar provinsi yang satu dengan provinsi yang lain tidak merata.
Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya persebaran penduduk :
1) Kesuburan tanah, daerah atau wilayah yang ditempati banyak penduduk, karena dapat dijadikan sebagai lahan bercocok tanam dan sebaliknya.
2) Iklim, wilayah yang beriklim terlalu panas, terlalu dingin, dan terlalu basah biasanya tidak disenangi sebagai tempat tinggal
3) Topografi atau bentuk permukaan tanah pada umumnya masyarakat banyak bertempat tinggal di daerah datar
4) Sumber air
5) Perhubungan atau transportasi
Angkatan Kerja
Angkatan
kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun yang sudah
mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif
mencari pekerjaan. Angkatan kerja dikelompokkan menjadi 4 golongan,
yaitu :
1. Mereka yang bekerja penuh adalah angkatan
kerja yang aktif menyumbangkan tenaganya dalam kegiatan produksi.
2. Pengangguran terbuka atau open
unemployment adalah mereka yang sama sekali tidak bekerja,
tetapi sedang mencari pekerjaan (sewaktu-waktu siap bekerja)
3. Setengah menganggur atau under
unemployment adalah mereka yang bekerja tidak sesuai dengan
pendidikan/keahliannya atau tidak menggunakan sepenuh tenaganya karena
kekurangan lapangan perkerjaan. Contoh : Seorang sarjana bekerja tidak
sesuai dengan pendidikannya.
4. Pengangguran tersembunyi/tersamar atau
disebut disguise
employment, artinya suatu pekerjaan dikerjakan oleh pekerja yang
berlebihan sehingga mereka tidak bekerja maksimal.
Pendidikan di Indonesia
Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak
terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab
Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia
(Kemdiknas), dahulu bernama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia (Depdikbud). Di Indonesia, semua penduduk wajib mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam
tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan
tiga tahun di sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah. Saat
ini, pendidikan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur
utama, yaitu formal, nonformal, dan informal. Pendidikan juga dibagike dalam
empat jenjang, yaitu anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi.
Sistem Pendidikan Di Indonesia
Menurut Situs Wiki, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
John Dewey mewakili aliran filsafat pendidikan modern merumuskan
Education is all one growing; it has no end beyond it self, pendidikan adalah
segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan, pendidikan sendiri tidak punya
tujuan akhir di balik dirinya. Dalam proses pertumbuhan ini anak mengembangkan
diri ketingkat yang makin sempurna atau life long Education, dalam artian
pendidikan berlangsung selama hidup. Pendidikan merupakan gejala insani yang
fundamental dalam kehidupan manusia untuk mengatarkan anak manusia kedunia
peradaban. Juga merupakan bimbingan eksistensial manusiawi dan bimbingan
otentik, supaya anak mengenali jati dirinya yang unik, mampu bertahan memiliki
dan melanjutkan atau mengembangkan warisan sosial generasi terdahulu, untuk
kemudian dibangun lewat akal budi dan pengalaman (Kartono, 1997:12).
Di Indonesia pendidikan formal seperti SD,SMP,SMA,Universitas memang
membuat murid didiknya menjadi lebih pintar tetapi belum tentu menjadi lebih
expert. Ini dikarenakan terlalu banyak pelajaran yang harus di pelajari tetapi
pelajaran tersebut belum terfokus kepada minat dari siswa itu sendiri. Mengapa?
Kita lihat saja kurikulum di SMP-SMA, untuk UAN nya dulu pernah hanya terfokus
kepada 3 mata pelajaran. Pelajaran tersebut adalah matematika, bahasa
Indonesia, dan Bahasa Inggris. Dan saat ini sudah menjadi 6 mata pelajaran di tambah
mata pelajaran jurusan masing-masing.
Selain 6 mata pelajaran yang di ujikan berarti mata pelajaran tambahan
tidak perlu di pelajari karena tidak terfokus. Realitanya bahwa mata pelajaran
yang di terima lebih dari mata pelajaran yang di fokuskan. Ini membuat siswa
menjadi berat untuk mempelajari semua mata pelajaran yang ada.
Kita lihat di perkuliahan, untuk lulus perkuliahan ada mata kuliah wajib
dan mata kuliah pilihan, tetapi untuk setiap universitas, belum tentu ada
kesamaan walau akreditasi sudah setingkat. Untuk mendapatkan gelar Sarjana di
butuhkan kurang lebih sejumlah 152 SKS. Dan untuk skripsi boleh terfokuskan
kedalam 1 mata kuliah. Yang jadi pertanyaan apakah mata kuliah pilihan itu
sesuai dengan pilihan siswa atau malah dipilihkan??? Jika siswa sendiri yang
memilih maka ia akan memilih sesuai dengan kemauannya dan tidak terbuang
waktunya untuk belajar.
Bahkan ketika melakukan research untuk level
doctorate, tidak semenderita anak2 SD yang dipaksa2 menghafal ( karena tidak
sesuai fungsi otak) hal2 yang pada akhirnya hanya akan diingat 1-2% saja. Anda
tahu tidak kuis yang mengadu orang dewasa dengan anak kelas 5 SD itu adalah
bukti nyata bahwa sistem pendidikan doktrinasi itu terlalu ineffisien dan
ineffective.
Sekolah seharusnya mengajarkan kita logika, pola pikir bukan ilmu2 hafalan.
Toh setelah tamat sekolah kita pasti sudah lupa semua atau lupa dalam waktu 3
hari setelah ujian selesai. Berapa perbandingan ilmu yang berguna dengan total
ilmu yang kita pelajari? Banyak orang yang mendapatkan pekerjaan yang sama
sekali tidak berhubungan dengan jurusan mereka. Yang sekolah harus perhatikan
justru bukan hasilnya tapi prosesnya karena kepribadian seorang anak itu
dibentuk dari sekolah juga yaitu dari teman2nya, lingkungannya dan kegiatannya
selama sekolah.
Selain jejali otak anak2 dengan ilmu yang di miliki guru-nya, ada
baiknya kurikulum membuka lebar kesempatan dan ruang untuk membebaskan anak
bangsa dari belenggu kurikulum hafalan menjadi kurikukulum pengembangan
inisiatif dan bakat. Kalau bisa, kurikulum yang sifatnya tidak membagi anak2
didik menjadi (stigma) anak pintar dan anak bodoh, padahal tak ada manusia yang
bodoh tapi yang ada hanya berbeda bakat.
Realita pendidikan di Indonesia saat ini menunjukkan adanya proses
pembaharuan sistem secara berkelanjutan. Mulai dari standardisasi nilai Ujian
Akhir Nasional hingga kebijakan penerapan otonomi kampus di Perguruan Tinggi
dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum
Pendidikan. Semua sistem yang hari ini berusaha diterapkan pada dunia
pendidikan di Indonesia menimbulkan berbagai fenomena unik, mulai dari
penolakan keras hingga kritik terhadap sistem tersebut.
Dr.dr.B.M Wara Kushartanti (pemerhati pendidikan.red), mengungkapkan
bahwa sistem pendidikan Indonesia tidak membuat siswa kreatif karena
hanya terfokus pada proses logika, kata-kata, matematika, dan urutan dominan.
Akibatnya perkembangan otak siswa tidak maksimal dan miskin ide baru.
Pernyataan tersebut mungkin ada benarnya jika dikaitkan dengan proses
pendidikan hari ini. Value Oriented yang dimaknai sebagai hasil akhir, bukan
dari proses yang dilakukan, terkadang menjerumuskan paradigma pendidikan.
Sehingga tak aneh ketika seorang sarjana dengan IPK Cum Laude tidak bisa
melakukan apa-apa untuk mengaplikasikan ilmu yang didapatkan di bangku perkuliahan.
Orientasi pada nilai cenderung mengesampingkan proses kreatifitas yang justru
dibutuhkan ketika “terjun” di masyarakat.
Dalam pandangan kritis, tugas pendidikan adalah melakukan refleksi
kritis terhadap sistem dan “ideologi dominan” yang tengah berlaku di
masyarakat, menantang sistem yang tidak adil serta memikirkan sistem alternatif
ke arah transformasi sosial menuju suatu masyarakat yang adil. Dengan kata
lain, tugas utama pendidikan adalah “memanusiakan” kembali manusia yang
mengalami “dehumanisasi” karena sistem dan struktur yang tidak adil. Konsep
yang coba untuk dituangkan oleh Paulo Freire, seorang pemikir berkebangsaan
Brazil adalah “proses pendidikan Sosial”. Dalam hal ini, sistem pendidikan
menempatkan pelajar sebagai subjek bukan objek. Sedangkan realita sosial yang
terjadi di sekitar dijadikan sebagai materi pembelajaran. Proses ini
mengantarkan terwujudnya dialektika dan kesadaran kritis dari tiap individu.
Terkait dengan sistem pendidikan di Indonesia yang masih berorientasi
pada nilai akhir, maka konsep “pendidikan kritis” oleh Paulo Freire ini dapat
merubah paradigma pendidikan tersebut. Perubahan paradigma pendidikan yang
berorientasi pada nilai agaknya perlu diikuti dengan perubahan sistem yang
lebih “humanis” dan berkeadilan karena mengingat kembali bahwa tujuan yang
diemban negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang
berlandaskan pancasila. Pada akhirnya, pendidikan tak hanya dimaknai sekedar
ajang mencari nilai bagus dan ijazah sebagai bentuk legitimasi. Namun lebih
dari itu, pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan manusia dan
membentuk manusia yang beradab dan berkontribusi bagi peradaban bangsa.
Sellmie Asgari Cristy, 1EB06
Daftar Pustaka