PERDAGANGAN ANTAR NEGARA
PENGARUH
PERDAGANGAN TERHADAP PEREKONOMIAN DALAM NEGERI
Dua konsekuensi
penting dan perdagangan, yaitu:
(a) adanya manfaat dan perdagangan (gains from
trade)
(b) adanya kecenderungan ke arah spesialisasi
dalam produksi barang-barang yang memiliki keunggulan komparatif.
Kedua
akibat ini termasuk “akibat ekonomis” dan perdagangan luar negeri. Ada
akibat-akibat lain yang bersifat non ekonomis.
Dibukanya
suatu perekonomian terhadap hubungan luar negeri mempunyai konsekuensi yang
luas terhadap perekonomian dalam negeri. Konsekuensi ini mencakup aspek
ekonomis maupun non-ekonomis, dan bisa bersifat positif maupun negatif bagi
negara yang bersangkutan. Semua ini perlu kita kaji sebelum kita bisa
mengatakan apakah perdagangan luar negeri bermanfaat atau tidak bagi suatu
negara.
Kedua
pengaruh ekonomis di atas hanyalah sebagian dan seluruh pengaruh ekonomis dan
perdagangan. Pengaruh-pengaruh ekonomis ini bisa digolongkan dalam tiga
kelompok:
(a) Pengaruh –
pengaruh pada konsumsi masyarakat (consumption effects).
(b) Pengaruh –
pengaruh pada produksi (production effects).
(c) Pengaruh –
pengaruh pada distribusi pendapatan masyarakat (distribution effects).
PENGARUH TERHADAP
KONSUMSI
Salah
satu pengaruh penting pada konsumsi masyarakat adalah karena perdagangan,
masyarakat bisa berkonsumsi dalam jumlah yang lebih besar daripada sebelum ada
perdagangan. Ini sama saja dengan mengatakan bahwa pendapatan riil masyarakat
(yaitu, pendapatan yang diukur dan berapa jumlah barang yang bisa dibeli oleh
jumlab uang tersebut), meningkat dengan adanya perdagangan
Konsep
yang sering disebut dengan nama Transformasi adalah proses pengubahan
sumber-sumber ekonomi atau barang-barang dalam negeri menjadi barang-barang
lain yang bisa memenuhi kebutuhan (konsumsi) masyarakat. Konsep transformasi
ini mencakup:
(a) Transformasi melalui produksi, yaitu
memasukkan sumber-sumber ekonomi (input) ke dalam pabrik-pabrik dan proses
produksi lain untuk menghasilkan barang-barang akhir (output). Inilah “proses
produksi” dalam arti yang biasanya kita gunakan.
(b) Transformasi melalui perdagangan, yaitu
menukarkan suatu barang dengan barang lain yang (lebih) kita butuhkan. Dan segi
arti ekonomisnya menukarkan satu barang dengan barang lain melalui perdagangan
adalah juga suatu “proses pengubahan”. tidak ada bedanya dengan proses
pengubahan melalui pabrikpabrik (proses produksi). Keduanya mencapal hasil yang
sama, yaitu mengubah satu barang menjadi barang lain (yang diang gap lebih
bernilai atau lebih dibutuhkan).
Dalam
ekonomi tertutup hanya ada satu proses transformasi, yaitu “proses produksi”.
Bila perdagangan dibuka, proses transformasi bagi masyarakat menjadi dua macam,
yaitu “proses produksi” dan “proses perdagangan/pertukaran”. Inilah sumber dan
kenaikan pendapatan riil masyarakat dan perdagangan luar negeri: “ yaitu adanya
kemungkinan yang lebih luas (dan lebih menguntungkan) untuk mentransformasikan
sumber-sumber ekonomi dalam negeri menjadi barang-barang yang dibutuhkan
masyarakat. Jadi menutup kemungkinan transformasi melalui perdagangan adalah
sama saja dengan menutup kemungkinan diperolehnya kenaikan pendapatan riil.
Berapa besar kenaikan pendapatan riil dan adanya perdagangan seperti yang
diuraikan sebelumnya. Hal tergantung pada sampai berapa jauh dasar penukarannya
“membaik” setelah ada perdagangan.
Satu
lagi pengaruh yang penting dan perdagangan terhadap pola konsumsi masyarakat.
Pengaruh ini dikenal dengan nama demonstration effects. Pengaruh terhadap konsumsi
yang diuraikan di atas sebenarnya berkaitan dengan peningkatan kemampuan
berkonsumsi, yaitu pendapataan riil masyarakat.
Demonstration effects atau “pengaruh
percontohan” > adalah
pengaruh yang bersifat langsung dan perdagangan terhadap pola dan kecenderungan
berkonsumsi masyarakat. Pengaruh ini bisa bersifat positif atau bersifat
negatif. Demonstration effects yang bersifat positif adalah perubahan pola dan
kecenderungan berkonsumsi yang mendorong kemauan untuk berproduksi lebih besar.
Menurut J.S. Mill bahwa “terutama di negara yang masih pada tahap
perkembangan ekonomi yang rendah, ada kemungkinan penduduknya ada dalam keadaan
tertidur dan puas diri, dengan perasaan bahwa selera dan keinginan mereka sudah
semuanya terpenuhi “
Dibukanya
perdagangan luar negeri kadang-kadang bisa mempunyai pengaruh yang serupa
dengan ‘revolusi industri’, dengan diperkenalkan dengan barang-barang baru
kepada penduduk atau karena terbukanya kemungkinan bagi mereka untuk memperoleh
barang-barang yang sebelumnya tak terbayangkan bisa terjangkau oleh mereka .
Demonstrasi
effects yang bersifat negatif adalah apabila dibukanya hubungan dengan luar
negeri menimbulkan pola dan kebiasaan konsumsi asing yang tidak sesuai dengan
tahap perkembangan perekonomian tersebut. Misalnya, masyarakat (dimulai dan
golongan yang berpenghasilan tinggi) cenderung untuk meniru gaya dan kebiasaan
hidup dan konsumsi dan negara-negara maju lewat “contoh-contoh” yang
ditunjukkan lewat media seperti film, televisi, majalah-majalah dan sebagainya.
Akibatnya ada kecenderungan bagi masyarakat tersebut untuk berkonsumsi yang
“berlebihan” (dilihat dan tahap perkembangan ekonomi dan kemampuan produksi
masyanakat) Dengan lain perkataan, propensity to consume menjadi tenlalu
tinggi. ini selanjutnya mengakibatkan sumber ekonomi yang tersedia untuk
investasi rendah, dan ini berarti pertumbuhan ekonomi yang rendah;
Menentukan
apakah pengaruh positif lebih besar dan pengaruh negatif atau sebaliknya,
adalah persoalan yang sulit. Kita harus melihat kasus demi kasus. Banyak bentuk
pengaruh yang tidak bisa diukur dengan tepat, sehingga unsur subyektivitas
(atau kecenderungan ideologis) sering tidak bisa dihindari. Beberapa negara
(seperti RRC dan negana-negana sosialis lain) berpendapat bahwa pengarub
negatmfnya lebih besar. Menurut mereka dibukanya hubungan luar negeni
merangsang kebiasean hidup yang individualistis, pola konsumsi yang mewah dan
menggoyahken keyakmnan ideologis masyarakat terhap sistem neqaranya.
Negara-negara
Barat yang telah maju dan sejumlah negar-negara sedang berkembang beranggapan
sebaliknya, yaitu menganggap bahwa pengaruh negatmfnya tiaak melebihi pengaruh
positifnya Sampai sekarang belum bisa diketahul secara pasti apakah tingkat
investasi (dan tingkat pertumbuhan) menjadi Iebih rendah atau lebih tinggi
dengan adanya perdagangan luar negeri. RRC dan beberapa negara sosialis lain
dengan perekonomian yang relatif tertutup, bisa mencapai laju pertumbuhan yang
sangat tinggi. Sebaliknya Jepang, Singapura, Korea Selatan, Hongkong, Taiwan
yang mempunyal perekonomian terbuka juga bisa mencapai laju pentumbuhan yang
sangat mengesankan.
Demikian
pula, apakah dibukanya hubungan perdagangan luar negeri menimbulkan pola dan
gaya konsumsi masyarakat yang “keliru”, adalah masalah yang sulit dijawab
secara tegas. Orang bisa mengatakan bahwa dalam masyarakat yang tertutuppun
(seperti masyarakat-masyarakat feodal dimasa lampau) bisa terjadi pola konsumsi
yang berlebihan dan pemborosan-pemborosan sosial oleb golongan-golongan
masyarakat tertentu. Dan sebaliknya, masyarakat yang terbuka mungkin bersifat
hemat dan tidak men unjukkan pola konsumsi yang berlebihan.
Nampaknya
ada faktor lain yang lebih menentukan apakah suatu masyarakat adalah masyarakat
yang hemat dan berpola konsumsi wajar atau masyarakat yang boros dan berpola
konsumsi mewah. Faktor ini adalah pola distribusi kekayaan dan pendapatan yang
ada di dalam masyarakat. Pola distribusi yang timpang menimbulkan pola konsumsi
yang timpang dan boros, dan mi berlaku baik bagi ekonomi tertutup maupun
ekonomi terbuka. Adanya perdagangan luar negeri mungkin membuat ketimpangan
pola konsumsi tersebut lebih menyolok, karena mereka yang melakukan konsumsi
yang berlebihan cenderung untuk memilih barang-barang “luar negeri” dan gaya
hidup “luar negeri”. Namun dalam hal ini masalah pokoknya sebenarnya bukan
karena masyarakat tersebut membuka hubungan dengan luar negeri, tetapi karena
sejak awal distribusi kekayaan dan pendapatan di dalam negeri memang timpang,
dan menutup diri dan percaturan ekonomi dunia tidak menyelesaikan masalah
justru sebaliknya.
Singkatnya
“demonstration effects” memang ada, tetapi apakah efek negatifnya atau efek
positifnya yang lebih menonjol sulit untuk ditentukan secara umum. ini
tergantung situasinya kasus demi kasus. Namun kita juga harus berhati-hati
dalam menentukan apakah pola konsumsi yang “keliru” memang karena demonstration
effects atau sebab-sebab lain.
PENGARUH TERHADAP
PRODUKSI
Perdagangan
luar negeri mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap sektor produksi di dalam
negeri. Secara umum kita bisa menyebutkan empat macam pengaruh yang bekerja
melalul adanya :
(a) Spsialisasi
produksi.
(b) Kenaikan
“investasi surplus”.
(c) “Vent for
Surplus”.
(d) Kenaikan
produktivitas.
Spesialisasi. Kita telah melihat bahwa perdagangan
internasional mendorong masing-masing negara ke arah spesialisasi dalam
produksi barang di mana negara tersebut memiliki keunggulan komparatifnya.
Dalam kasus constant-cost, akan terjadi spesialisasi produksi yang
penuh, sedangkan.
Dalam kasus increasing-cost terjadi spesialisasi yang tidak penuh. Yang
perlu diingat di sini adalah bahwa spesialisasi itu sendiri tidak membawa
manfaat kepada masyarakat kecuali apabila disertai kemungkinan menukarkan hasil
produksiriya dengan barang-barang lain yang dibutuhkan. Spesialisasi plus perdagangan
bisa meningkatkan pendapatan riil masyarakat, tetapi spesialisasi tanpa
perdagangan mungkin justru menurunkan pendapatan nil dan kesejahteraan
masyarakat.
Tetapi
apakah spesialisasi plus perdagangan selalu menguntungkan suatu negara? Dalam
uraian kita dalam bab-bab sebelumnya, kita menyimpulkan, bahwa pendapatan riil
masyarakat sesudah perdagangan selalu lebih tinggi atau setidak-tidaknya sama
dengan pendapatan riil masyarakat sebelum perdagangan. ini berarti bahwa
perdagangan tidak akan membuat pendapatan riil masyarakat lebih rendah, dan
sangat mungkin membuatnya lebih tinggi. Tetapi perhatikan bahwa analisa semacam
ini bersifat “statik”, yaitu tidak memperhitungkan pengaruh -pengaruh yang
timbul apabila situasi berubah atau berkembang, seperti yang kita jumpai dalam
kenyataan.
Ada
tiga keadaan yang membuat spesialisasi dan perdagangan tidak selalu berrnanfaat
bagi suatu negara. Ketiga keadaan ini berkaitan dengan kemungkinan spesialisasi
produksi yang terlalu jauh, artinya adanya sektor produksi yang terlalu
terpusatkan pada satu atau dua barang saja. Ketiga keadaan ini adalah:
(a) Ketidak
stabilan pasar luar negeri.
Suatu
negara yang karena dorongan melakukan spesialisasi perdagangan, hanya
memproduksikan karet dan kayu. Apabila harga karet dan harga kayu dunia jatuh,
maka perekonomian dalam negeri otomatis akan ikut jatuh.
Lain
halnya apabila negara tersebut tidak hanya berspesialisasi pada kedua barang
tersebut, tetapi juga memproduksikan barang-barang lain baik untuk ekspor
maupun untuk kebutuhannya dalam negeri sendiri. Turunnya harga dan satu atau
dua barang mungkin bisa diimbangi oleh naiknya harga barang-barang lain.
Inilah
pertentangan atau konflik antara spesialisasi dengan diversifikasi.
1.Spesialisasi bisa meningkatkan pendapatan
riil masyarakat secara maksimal, tetapi dengan risiko ketidak stabilan yang
tinggi. Sebaliknya
2.diversifikasi lebih menjamin kestabilan
pendapatan tetapi dengan konsekuensi harus mengorbankan sebagian dan kenaikan
pendapatan dan spesialisasi.
Sekarang
hampir semua negara di dunia menyadari bahwa spesialisasi yang terlalu jauh
(meskipun didasarkan atas prinsip keunggulan komparatif, seperti yang
ditunjukkan oleh teori ekonomi) bukanlah keadaan yangbaik. Manfaatdari
diversifikasi harus pula diperhitungkan.
(b) Keamanan
nasional.
Apabila
suatu negara hanya memproduksikan satu barang, misalnya karet, dan harus
mengimpor seluruh kebutuhan bahan makanannya Meskipun karet adalah cabang
produksi di mana negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yang paling
tinggi, sehingga bisa meningkatkan pendapatan riil masyarakat setinggi mungkin,
tentunya keadaan seperti di atas tidak sehat. Seandainya terjadi perang atau
apapun yang menghambat perdagangan luar negeri, dan manakah diperoleh bahan
makanan bagi penduduk negara tersebut? Jelas bahwa pola produksi seperti yang
didiktekan oleh keunggulan komparatif tidak harus selalu dilkuti apabila
ternyata keiangsungan hidup negara itu sendiri sama sekali tidak terjamin.
(c) Dualisme.
Sejarah
perdagangan internasional negara-negara sedang berkembang terutama semasa
mereka masih menjadi koloni negara-negara Eropa, ditandai oleh timbulnya sektor
ekspor yang beronientasi ke pasar dunia dan yang sedikit sekali berhubungan
dengan sektor tradisional dalam negeri. Sektor ekspor seakan-akan bukan
merupakan bagian dan negeri itu, tetapi bagian dan pasar dunia. Dalam keadaan
seperti ini spesialisasi dan perdagangan internasional tidak memberi manfaat
kepada perekonomian dalam negeri.
Keadaan
ini di negara-negara sedang berkembang setelah kemerdekaan mereka, memang sudah
menunjukkan perubahan. Tetapi Seiring belum merupakan perubahan yang
fundamental. Sektor ekspor yang’“modern” masih nampak belum bisa menunjang
sektor dalam negeri yang “tradisional”
Ketiga
keadaan tersebut di atas adalah peringatan bagi kita untuk tidak begitu saja
dan tanpa reserve menerima dalil perdagangan Neo-Klasik bahwa
spesialisasi dan perdagangan selalu menguntungkan dalam keadaan apapun.
Tetapi di lain pihak. uraian di atas tidak merupakan bukti bahwa manfaat dari
petdagangan tidaklah bisa dipetik dalam kenyataan. Teori keunggulan komparatif
masih menjadi tahapan dasarnya, yaitu bahwa suatu negara seyogyanya
memanfaatkan keunggulan komparatif dan kesempatan “transformasi lewat
perdagangan” Hanya saja perlu diperhatikan bahwa dalam hal-hal tertentu
pentimbangan pertimbangan lain jangan lupaken.
Investible
Surplus Meningkat. Pendagangan meningkatkan pendapatan riil masyarakat. Dengan
pendapatan riil yang lebih tinggi berarti negara tersebut mampu untuk
menyisihkan dana sumber sumber ekonomi yang lebih besar bagi investasi (inilah.
yang disebut “investible surplus”). investasi yang lebih tinggi berarti laju
pertumbuhan ekonomi ‘yang lebih tinggi. Jadi perdagangan bisa mendorong laju
pertumbuhan ekonomi.
lnilah
inti dan pengaruh pendagangan internasional tenhadap produksi lewat investible
surplus. Ada tiga hal mengenai penganuh ini yang perlu dicatat:
(a) Kita harus menanyakan berapa dan manfaat
perdagangan (kenaikan pendapatan nil) yang diterima oleh warganegara riegara
tersebut, dan berapa yang diterima oleh warganegara asing yang memiliki faktor
produksi, misalnya modal, tenaga kerja, yang dipekerjakan di negara tersebut.
Dengari lain perkataan. yang lebih penting adlah berapa kenaikan GNP, bukan kenaikan
GDP. yang ditimbulkan oleh adanya perdagangan.
(b) Kita harus menanyakan pula berapa dan
kenaikan pendapatan nil karena perdagangan tersebut akan diterjemahkan menjadi
kenaikan investasi dalam negeri, dan benapa ternyata dibelan jakan untuk
konsumsi yang lebih tinggi atau ditransfer ke luar negeri oleh
perusahaan-perusahaan asing sebagai imbalan bagi modal yang ditanamkannya? Dan
segi pertumbuhan ekonomi yang penting adalah Icenaikan investasi dalam negeri
dan bukan hanya “investible surplus”nya.
(c) Kita harus pula membedakan antara
“pertumbuhan ekonomi” dan “pembangunan ekonomi”. Disebutkan di atas bagaimana
dualisme dalam struktur perekonomian bisa timbul dan adanya perdagangan
internasional. Dimasa lampau, dan gejala-gejalanya masih tersisa sampal sekarang,
kenaikan investible surplus tersebut cenderung untuk diinvestasikan di sektor
“modern” dan hanya sedikit yang mengalir ke sektor “tradisional”. Pertumbuhan
semacam mi justru semakin mempertajam dualisme dan perbedaan antara kedua
sektor terebut. Dalam hal ini kita harus berhati-hati untuk tidak mempersamakan
pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan ekonomi dalam arti yang sesungguhnya.
Inti
dari uraian di atas adalah bahwa kenaikan investible surplus karena perdagangan
adalah sesuatu yang nyata. Tetapi kita harus mempertanyakan Lebih lanjut siapa
yang memperoleh manfaat, berapa besar manfaat tersebut yang direalisir sebagai
investasi dalam negeri, dan adakah pengaruh dan manfaat tersebut terhadap
pembangunan ekonomi dalam arti yang sesungguhnya.
Vent For Surplus > Menurut Smith, perdagangan luar negeri membuka
daerah pasar baru yang lebih luas bagi hasil-hasil dalam negeri. produksi dalam
negeri asing semula terbatas karena terbatasnya pasar di dalam negeri, sekarang
bisa diperbesar lagi. Sumber-sumber ekonomi yang semula menganggur (surplus)
sekarang memperoleh saluran (vent) untuk bisa dimanfaatkan, karena adanya
daerah pasar yang baru.
Konsep
“vent for surplus” adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terangsang oleh terbukanya
daerah pasar yang baru. Sebagai contoh, suatu negara yang kaya akan tanah
pertanian tetapi berpenduduk relatif sedikit. Sebelum kemungkinan perdagangan
dengan luar negeri terbuka, negara tersebut hanya menghasilkan bahan makanan
yang cukup untuk menghidupi penduduknya dan tidak lebih dan itu. Banyak tanah
yang sebenarnya subur dan cocok bagi pertanian dibiarkan tak terpakai. Dengan
adanya kontak dengan pasar dunia, negara tersebut mulai menanam barang-barang
perdagangan dunia seperti lada, kopi, teh, karet, gula dan sebagainya dengan
mernanfaatkan tanah pertanian yang menganggur tersebut. Dengan demikian
pertumbuhan ekonomi meningkat.
Yang
perlu dicatat di sini adalah bahwa pemanfaatan tanah-tanah pertanian baru
tersebut memerlukan modal dan investasi yang sangat besar, jauh melebihi
kemampuan negara itu sendiri untuk membiayainya. Oleh sebab itu sejarah
mencatat bahwa pembukaan perkebunan-perkebunan hampir selalu berasal dan modal
asing. ini jelas dan sejarah negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, India,
Sri Langka dan banyak lagi lainnya. Dimasa sekarang sumber-sumber ekonomi yang
belum dimanfaatkan kebanyakan tidak lagi berupa tanah-tanah pertanian (meskipun
kadang-kadang masih demikian), tetapi berupa sumber-sumber alam (khususnya,
energi) dan kadang-kadang juga tenaga kenja yang berlimpah dan murah. Modal
yang besar dnn teknologi tinggi diperlukan bagi pemanfaatan sumber-sumber alam
mi, dan semuanya itu seringkali di luar kemampuan negara pemilik sumber-sumber
tersebut untuk membiayai dan melaksanakannya.
Perdagangan
luar negeri menciptakan pasaran yang lebih luas (“vent”) bagi hasil produksi
dalam negeri, sehingga sumber-sumber ekonomi yang belum semua dimanfaatkan
(“surplus”) bisa dimanfaatkan. Modal dan teknologi asing biasanya diperlukan
untuk pemanfaatan sumber-sumber ekonomi. Dimasa lampau modal dan teknologi
asing masuk ke sektor perkebunan, sekarang ke sektor sumber-sumber alam
(energi, mineral).
Perdagangan
internasional dan hubungan luar negeri meningkatkan produktivitas melalui
(a)
economies of scale yang dimungkinkan oleh makin luasnya pasar
(b)
teknologi baru yang dialihkan dari luar negeri ke dalam negeri
(c)
rangsangan persaingan dalam meningkatkan kualitas barang hasil produksi
“Pengalihan
dan teknologi” mendapat perhatian yang khusus dalam forum-forum dan perundingan
internasional maupun dalam pengkajian ilrniah. Economies of scale dan
rangsangan persaingan belum mendapat perhatian yang sepadan.
terdapat
dua sudut pandangan mengenai pengaruh hubungan ekonomi internasional terhadap
distribusi pendapatan, yaitu pendapat kaum Neo-Klasik dan pendapat golongan
anti NeoKlasik.
a. Kaum Neo-Klasik mengatakan bahwa baik
perdagangan internasional maupun aliran modal internasional cenderung untuk
meratakan distribusi pendapatan di dalam suatu negara maupun antar negara.
b. Kaum anti Neo-Klasik mengatakan bahwa
perdagangan bebas dan penanaman modal asing justru meningkatkan ketimpangan
distribusi pendapatan di dalam suatu negara maupun antar negara.
Masing-masing
sudut pandangan mempunyai unsur kebenarannya, sehingga masalahnya harus dilihat
kasus demi kasus karena aspek non-ekonomis dari hubungan internasional sangat
penting dan saling berkaitan satu sama lain dengan aspek ekonomis.
Ada
tiga keadaan yang membuat spesialisasi dan perdagangan tidak selalu berrnanfaat
bagi suatu negara. Ketiga keadaan ini berkaitan dengan kemungkinan spesialisasi
produksi yang terlalu jauh, dimana artinya adanya sektor produksi yang terlalu
terpusatkan pada satu atau dua barang saja. Ketiga keadaan ini adalah:
(a) Ketidak stabilan pasar luar negeri.
Misalnya
perdagangan yang terspesialisasi hanya memproduksikà n karet dan kayu. Apabila
harga karet dan harga kayu dunia jatuh, maka perekonomian dalam negeri otomatis
akan ikut jatuh. Spesialisasi bisa meningkatkan pendapatan riil masyarakat
secara maksimal, tetapi dengan risiko terjadi ketidak stabilan yang tinggi.
Sebaliknya diversifikasi lebih menjamin kestabilan pendapatan tetapi dengan
konsekuensi harus mengorbankan sebagian dari kenaikan pendapatan dan
spesialisasi. Sekarang hampir semua negara di dunia menyadani bahwa
spesialisasi yang terlalu jauh (meskipun didasarkan atas prinsip keunggulan
komparatif. seperti yang ditunjukkan oleh teori ekonomi) bukanlah keadaan
yangbaik. Manfaat dari diversifikasi harus pula diperhitungkan.
(b) Keamanan Nasional. Bayangkan suatu negara hanya mem produksikan
satu barang, misalnya karet, dan harus mengimpor seluruh kebutuhan bahan
makanannya Meskipun karet adalah cabang produksi di mana negara tersebut
memiliki keunggulan komparatif yang paling tinggi, sehingga bisa meningkatkan
CPF nya setinggi mungkin, tentuhya keadaan seperti di atas tidak sehat.
Seandainya terjadi perang atau apapun yang menghambat perdagangan luar negeri,
dan manakah diperoleh bahan makanan bagi penduduk negara tersebut? Jelas bahwa
pola produksi seperti yang didiktekan oleh keunggulan komparatif tidak harus
selalu diikuti apabila ternyata kelangsungan hidup negara itu sendirii sama
sekali tidak terjamin.
(c) Dualisme, Sejanah perdagangan internasional
negara-negara sedang berkembang terutama semasa mereka masih menjadi koloni
negara-negara Eropa. ditandai oleh timbulnya sektor ekspor yang berorientasi ke
pasar dunia dan yang sedikit sekali berhubungan dengan sektor tradisional dalam
negeri. Sektor ekspor seakan-akan bukan merupakan bagian dan negreri itu,
tetapi bagian dan pasar dunia. Dalam keadaan seperti spesialisasi ini dimana
perdagangan internasional tidak memberi manfaat kepada perekonomian dalam
negeri. Keadaai ini di negara-negara sedang berkembang setelah kemerdekaan
mereka, memang sudah menunjukkan perubahan. ‘namun Seringkali belum merupakan
perubahan itu tidak terlalu fundamental. Sektor ekspor yang’ “modern” masih
nampak belum bisa menunjang sektor dalam negeri yang “tradisional”
Perdagangan Bebas
Perkembangan
perdagangan internasional pada awalnya telah diwarnai dengan pasar bebas. Pasar
bebas pada awalnya membawa harapan tentang semakin mudahnya aliran barang dan
jasa antar negara, sehingga memicu peningkatan kualitas dan kuantitas barang
yang diperdagangkan karena terkait dengan persaingan yang tinggi. Namun disisi
lain, pasar bebas juga mendapatkan kritikan dari beberapa pihak terutama dari
negara dunia ketiga.
Negara
dunia ketiga beranggapan bahwa pasar bebas justru membawa kesengsaraan karena
“dipaksakan” kepada kondisi perekonomian mereka yang belum mampu menerima arus
peraingan bebas yang bergulir dalam pasar bebas. Terdapat kekhawatiran bahwa
dengan adanya pasar bebas maka produksi atau industri didalam negeri akan mati
karena tergerus oleh masuknya barang dari luar negeri dengan kualitas yang
lebih bagus dan harga yang bersaing. Oleh karena itu kemudian usulan pasar
bebas mendapatkan tentangan dari negara-negara dunia ketiga dan menganggap
pasar bebas adalah bentuk dari imperialisme gaya baru dari negara-negara kaya.
Ternyata
kritikan dan ketakutan akan hancurnya produksi dalam negeri akibat dari
perdagangan bebas tidak hanya dirasakan oleh negara dunia ketiga yang sebagian
besar adalah negara-negara berkembang. Negara-negara maju pun ternyata memiliki
kekhawatiran terhadap pasar bebas yang mereka gagas sendiri. Hal ini terkait
dengan perkembangan yang ada dimana, taruhlah benar jika mereka menguasai
teknologi dan informasi sebagai sebuah komoditas yang menjanjikan di era
masyarakat modern, namun disisi lain produksi non teknologi seperti migas,
barang pertanian dan manufktur, ternyata industri dalam negeri mereka tidak
mencukupi untuk kebutuhan dalam negerinya. Dengan kata lain mereka harus impor
dari negara lain. sebagain besar impor produk pertanian mereka berasal dari
negara berkembang. Ketika negara berkembang sedang mengalami limpahan produksi
pertanian maka muncul kekhawatiran dari engara maju tentang bahaya limpahan
produk pertanian ini terhadap produk pertanian lokal mereka.
Menghadapi
fenomena yang demikian itu maka beberapa negara mencoba untuk melakukan
penanggulangan dalam menghadapi dampak pasar bebas bagi perekonomian domestik
mereka. Setidaknya mereka mengambil dua cara dari dalam dan dari luar :
1. Dari
dalam negeri, mereka melakukan berbagai hambatan dan prokteksi untuk beberapa
produk dalam negeri.
2. Dari
luar negeri, dengan cara menggandeng beberapa negara untuk membentuk blok
perdagangan yang berguna, melindungi ekonomi domestik masing-masing negara.
Oleh
karena itu kemudian berkembanglah siklus utama dalam perekonomian internasional
yaitu :
siklus 1 : dimana peranaan dari perdagangan bebas
(free trade) sangat dominan
siklus 2 : terjadi sistem perlindungan tarif terhadap produk hasil industri didalam negeri.
Free Trade
siklus 2 : terjadi sistem perlindungan tarif terhadap produk hasil industri didalam negeri.
Free Trade
Gagasan
ini diusung oleh Adam Smith dan David Ricardo untuk menciptakan spesialisasi
perdagangan antar negara melalui pembagian kerja untuk menghasilkan produk yang
melebihi kebtuhan dalam negeri dan mengeluarkan kelebihannya dengan produk lain
yang tidak dihasilkan atau tidak produktif. Siklus ini dapat terjadi ketika
pemerintah tidak ikut campur atau tidak ada hambatan tarif. Permasalahan yang
ekmudian muncul adalah ketika spesialisasi barang dari suatu negara merupakan
spesialisasi brang pula di negar lain. hal ini akan munumbuhkan persaingan
sekaligus ancaman terhadap produk dalam negeri. Oleh karena itu gagasan tentang
pasar bebas menjadi diperhitungkan ulang.
Tarrif Protection
Pada masa ini kemudian muncul aktor baru yang menjadi
sangat dominan yaitu MNC. Dalaam penelitian Earn Engel diketahui pada masa awal
pasar bebas terjadi perubahan perdangan berdasarkan Fast Track of rapid Growth
Development dimana negara-negara mulai melakukan spesialisasi dengan
mendahulukan berdirinya perusahaan industri yang mendukung sektor pertanian.
Dan hal ini banyak dilakukan oleh MNC , terbukti dengan terjadinya transfer of
goods and services sebagai akibat adanya kemajuan dan perkembangan teknologi
transportasi.
Dalam
perkembangan ini, fakta yang terjadi di Eropa adalah ketika harga barang impor
lebih rendah daripada harga barang sejenis di Eropa sehingga hal ini merupakan
pukulan berat bagi hasil produksi Eropa. Untuk melindungi industri dalam negeri
Eropa, negara-negara MEE memberlakukan perlindungan tarif. Dalam sisi
ini akhirnya kita bisa melihat bahwa telah terjadi pergeseran paradigma dari
sitem free trade menjadi sistem proteksi tarif.
Blok Perdagangan
Sebagai
tindak lanjut dari perkembangan proteksi tarif, beberapa negara di dunia
mengeluhkan adanya proteksi tarif yang terlalu berlebihan di negara-negara
tertentu sehingga menyulitkan perdagangan antar negara. Hal itulah yang
kemudian mendorong beberapa negara untuk mengadakan perjenjian tentang tingkat
tarif perdagangan atau yang disebut dengan GATT (General Agreement for Trade
and Tarifft).
Namun terjnyata pad atahun 1993 – 1994 anggota GATT tidak mencapai kesepakatan menegnai tarif ini di Geneva. Oleh karena itu beberapa negara akhirnya mengambil inisiatif untuk membentuk blok perdagangan dengan negara lain yaitu kerjasama intensif yang diarahkan pada perlindungan produksi dalam negeri. Beberapa yang terkenal yaitu blok perdagangan Amerika Utara (NAFTA), blok perdagangan Eropa (EFTA) dan mengusung pada blok perdagngan Asia (AFTA)
Namun terjnyata pad atahun 1993 – 1994 anggota GATT tidak mencapai kesepakatan menegnai tarif ini di Geneva. Oleh karena itu beberapa negara akhirnya mengambil inisiatif untuk membentuk blok perdagangan dengan negara lain yaitu kerjasama intensif yang diarahkan pada perlindungan produksi dalam negeri. Beberapa yang terkenal yaitu blok perdagangan Amerika Utara (NAFTA), blok perdagangan Eropa (EFTA) dan mengusung pada blok perdagngan Asia (AFTA)
Bentuk Proteksi Dalam Negeri
1. Tarif Barrier
Tarrif Barrier terdiri dari dua macam yaitu bea masuk dan
bea masuk tambahan. Yaitu tindakan pembebanan bea impor atas pos tarif hasil
industri yang akan diimpor masuk ke pabeanan Indonesia misalnya. Bila bea masuk
tidak cukup tinggi misalnya BM = 10%, dalam situasi tertentu untuk melindungi
hasil produksi dalam negeri dapat dikenakan bea masuk tambahan misalnya BMT =
10 % sehingga totalnya 20%.
2. Quota (pembatasan impor)
Quota
:merupakan cara yang cukup efektif untuk membatasi impor dari luar negeri.
Analoginya adalah ketika kebutuhan dalam negeri tidak bisa dicukupi oleh
produksi dalam negeri maka pemerintah mengadakan impor dari
luar yang jumlahnya telah ditentukan sehingga terjadi pembatasan jumlah barang
yang masuk.
Non Tarif Barrier (NTB)
Non Tarif Barrier (NTB)
Pembatasan
ini berkaitan dengan segala hambatan yang dilakukan oleh pemerintah diluar
tarif. Salah satu caranya adalah melalui perijinan dengan hanya memberikan satu
kesempatan kepada pihak tertentu untuk mengadakan impor. Misalnya dengan
melakukan penunjukan kepada salah satu perusahaan tertentu untuk melakukan
impor.
Duty Draw
dan Duty Exemption : Pemberian subsidi ekspor yang dikenal sebagai sertifikasi
ekspor telah berhasil mendorong ekspor non migas, tetapi menghadapi tindakan
balasan dari negara tujuan.
Blok Perdagangan
Untuk
mengatasi permasalahan pemasaran barang-barang hasil industri dalam negeri,
negara sosialislah yang pada awalnya membemtuk blok perdagangan.
Counter Purchases
Counter Purchases
Negara
sosialis melakukan praktek blok pedagangan melalui barter gaya baru yang
disebut sebagai imbal beli (counter purchases)
Blok Perdagangan MEE
Lahirnya
Economics European Community (EEC) adalah untuk melakukan perdagangan regional
atau kerjasama perdagangan diantara negara-negara anggota MEE
Blok Perdagangan Amerika
Blok Perdagangan Amerika
NAFTA terdiri dari negara-negara Amerika, Kanada dan
Amerika Latin. Pada hakikatnya, tujuan NAFTA adalah untuk mengatasi maslaah
perdagangan hasil industri dalam negeri anggota blok perdagangan.
Proteksi
Ekspansi
adalah tindakan aktif untuk memperluas dan memperbesar cakupan usaha yang telah
ada. Contohnya pabrik indomie kita telah memproduksi indomie untuk kebutuhan
nasional, karena pasar Asean masih terbuka, maka pabrik indomie tersebut
melakukan ekspansi usahanya ke negara-negara Asean dengan membuka pabrik
indomie baru guna memenuhi kebutuhan dari negara yang bersangkutan.
Proteksi
dari kata protection yang berarti perlindungan. Kata proteksi biasa digunakan
dalam kegiatan ekonomi yang bermaksud untuk melindungi para pengusaha lokal,
pengusaha usaha kecil dan menengah (UKM) bahkan untuk melindungi kepentingan
negara, dalam hal perdagangan internasional (WTO).
Bentuk-bentuk
Proteksi perdagangan
1. Tarif atau bea masuk
2. Pelarangan import : adalah sebuah tindakan
proteksi yang dilakukan atas barang tertentu sesuai dengan peraturan dalam
negeri negara yang bersangkutan
3. Quota
4. Subsidi
Pembangunan pada zaman orde baru terdapat 6
tahap pelita, yaitu:
1. Pelita
I
Dilaksanakan
pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan
Orde Baru.
Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. Pelita
II
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah
tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan
rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil
pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan
Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun
menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi
9,5%.
3. Pelita
III
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih
berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi
pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
• Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
• Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
• Pemerataan pembagian pendapatan
• Pemerataan kesempatan kerja
• Pemerataan kesempatan berusaha
• Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
• Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
• Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
• Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
• Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
• Pemerataan pembagian pendapatan
• Pemerataan kesempatan kerja
• Pemerataan kesempatan berusaha
• Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
• Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
• Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4. Pelita
IV
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor
pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat
menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang
berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan
kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat
dipertahankan.
5. Pelita
V
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor
pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan
pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri
memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik
dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi masa Orde Baru
• Dampak positif dari kebijakan politik pemerintah Orba :
Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekusaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran negara dalam masyarakat.
Situasi keamanan pada masa Orde Baru relatif aman dan terjaga dengan baik karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol parpol.
• Dampak negatif dari kebijakan politik pemerintah Orba:
Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralistis.
Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2 partai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai negara demokrasi.
Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilhan presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.
Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
Kondisi politik lebih payah dengan adanya upaya penegakan hukum yang sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.
Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam
Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.
6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi masa Orde Baru
• Dampak positif dari kebijakan politik pemerintah Orba :
Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekusaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran negara dalam masyarakat.
Situasi keamanan pada masa Orde Baru relatif aman dan terjaga dengan baik karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol parpol.
• Dampak negatif dari kebijakan politik pemerintah Orba:
Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralistis.
Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2 partai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai negara demokrasi.
Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilhan presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.
Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
Kondisi politik lebih payah dengan adanya upaya penegakan hukum yang sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.
Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam
Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.
Sellmie Asgari Cristy, 26211659(1EB06)
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar