Selasa, 01 Mei 2012

Peran Sektor Luar Negeri Pada Perekonomian Indonesia 1


PERDAGANGAN ANTAR NEGARA

PENGARUH PERDAGANGAN TERHADAP PEREKONOMIAN DALAM NEGERI
Dua konsekuensi penting dan perdagangan, yaitu:
(a) adanya manfaat dan perdagangan (gains from trade)
(b) adanya kecenderungan ke arah spesialisasi dalam produksi barang-barang yang memiliki keunggulan komparatif.
Kedua akibat ini termasuk “akibat ekonomis” dan perdagangan luar negeri. Ada akibat-akibat lain yang bersifat non ekonomis.
Dibukanya suatu perekonomian terhadap hubungan luar negeri mempunyai konsekuensi yang luas terhadap perekonomian dalam negeri. Konsekuensi ini mencakup aspek ekonomis maupun non-ekonomis, dan bisa bersifat positif maupun negatif bagi negara yang bersangkutan. Semua ini perlu kita kaji sebelum kita bisa mengatakan apakah perdagangan luar negeri bermanfaat atau tidak bagi suatu negara.
Kedua pengaruh ekonomis di atas hanyalah sebagian dan seluruh pengaruh ekonomis dan perdagangan. Pengaruh-pengaruh ekonomis ini bisa digolongkan dalam tiga kelompok:
(a) Pengaruh – pengaruh pada konsumsi masyarakat (consumption effects).
(b) Pengaruh – pengaruh pada produksi (production effects).
(c) Pengaruh – pengaruh pada distribusi pendapatan masyarakat (distribution effects).
PENGARUH TERHADAP KONSUMSI
Salah satu pengaruh penting pada konsumsi masyarakat adalah karena perdagangan, masyarakat bisa berkonsumsi dalam jumlah yang lebih besar daripada sebelum ada perdagangan. Ini sama saja dengan mengatakan bahwa pendapatan riil masyarakat (yaitu, pendapatan yang diukur dan berapa jumlah barang yang bisa dibeli oleh jumlab uang tersebut), meningkat dengan adanya perdagangan
Konsep yang sering disebut dengan nama Transformasi adalah proses pengubahan sumber-sumber ekonomi atau barang-barang dalam negeri menjadi barang-barang lain yang bisa memenuhi kebutuhan (konsumsi) masyarakat. Konsep transformasi ini mencakup:
(a) Transformasi melalui produksi, yaitu memasukkan sumber-sumber ekonomi (input) ke dalam pabrik-pabrik dan proses produksi lain untuk menghasilkan barang-barang akhir (output). Inilah “proses produksi” dalam arti yang biasanya kita gunakan.
(b) Transformasi melalui perdagangan, yaitu menukarkan suatu barang dengan barang lain yang (lebih) kita butuhkan. Dan segi arti ekonomisnya menukarkan satu barang dengan barang lain melalui perdagangan adalah juga suatu “proses pengubahan”. tidak ada bedanya dengan proses pengubahan melalui pabrikpabrik (proses produksi). Keduanya mencapal hasil yang sama, yaitu mengubah satu barang menjadi barang lain (yang diang gap lebih bernilai atau lebih dibutuhkan).
Dalam ekonomi tertutup hanya ada satu proses transformasi, yaitu “proses produksi”. Bila perdagangan dibuka, proses transformasi bagi masyarakat menjadi dua macam, yaitu “proses produksi” dan “proses perdagangan/pertukaran”. Inilah sumber dan kenaikan pendapatan riil masyarakat dan perdagangan luar negeri: “ yaitu adanya kemungkinan yang lebih luas (dan lebih menguntungkan) untuk mentransformasikan sumber-sumber ekonomi dalam negeri menjadi barang-barang yang dibutuhkan masyarakat. Jadi menutup kemungkinan transformasi melalui perdagangan adalah sama saja dengan menutup kemungkinan diperolehnya kenaikan pendapatan riil. Berapa besar kenaikan pendapatan riil dan adanya perdagangan seperti yang diuraikan sebelumnya. Hal tergantung pada sampai berapa jauh dasar penukarannya “membaik” setelah ada perdagangan.
Satu lagi pengaruh yang penting dan perdagangan terhadap pola konsumsi masyarakat. Pengaruh ini dikenal dengan nama demonstration effects. Pengaruh terhadap konsumsi yang diuraikan di atas sebenarnya berkaitan dengan peningkatan kemampuan berkonsumsi, yaitu pendapataan riil masyarakat.
Demonstration effects atau “pengaruh percontohan” > adalah pengaruh yang bersifat langsung dan perdagangan terhadap pola dan kecenderungan berkonsumsi masyarakat. Pengaruh ini bisa bersifat positif atau bersifat negatif. Demonstration effects yang bersifat positif adalah perubahan pola dan kecenderungan berkonsumsi yang mendorong kemauan untuk berproduksi lebih besar.
Menurut J.S. Mill bahwa “terutama di negara yang masih pada tahap perkembangan ekonomi yang rendah, ada kemungkinan penduduknya ada dalam keadaan tertidur dan puas diri, dengan perasaan bahwa selera dan keinginan mereka sudah semuanya terpenuhi “
Dibukanya perdagangan luar negeri kadang-kadang bisa mempunyai pengaruh yang serupa dengan ‘revolusi industri’, dengan diperkenalkan dengan barang-barang baru kepada penduduk atau karena terbukanya kemungkinan bagi mereka untuk memperoleh barang-barang yang sebelumnya tak terbayangkan bisa terjangkau oleh mereka .
Demonstrasi effects yang bersifat negatif adalah apabila dibukanya hubungan dengan luar negeri menimbulkan pola dan kebiasaan konsumsi asing yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan perekonomian tersebut. Misalnya, masyarakat (dimulai dan golongan yang berpenghasilan tinggi) cenderung untuk meniru gaya dan kebiasaan hidup dan konsumsi dan negara-negara maju lewat “contoh-contoh” yang ditunjukkan lewat media seperti film, televisi, majalah-majalah dan sebagainya. Akibatnya ada kecenderungan bagi masyarakat tersebut untuk berkonsumsi yang “berlebihan” (dilihat dan tahap perkembangan ekonomi dan kemampuan produksi masyanakat) Dengan lain perkataan, propensity to consume menjadi tenlalu tinggi. ini selanjutnya mengakibatkan sumber ekonomi yang tersedia untuk investasi rendah, dan ini berarti pertumbuhan ekonomi yang rendah;
Menentukan apakah pengaruh positif lebih besar dan pengaruh negatif atau sebaliknya, adalah persoalan yang sulit. Kita harus melihat kasus demi kasus. Banyak bentuk pengaruh yang tidak bisa diukur dengan tepat, sehingga unsur subyektivitas (atau kecenderungan ideologis) sering tidak bisa dihindari. Beberapa negara (seperti RRC dan negana-negana sosialis lain) berpendapat bahwa pengarub negatmfnya lebih besar. Menurut mereka dibukanya hubungan luar negeni merangsang kebiasean hidup yang individualistis, pola konsumsi yang mewah dan menggoyahken keyakmnan ideologis masyarakat terhap sistem neqaranya.
Negara-negara Barat yang telah maju dan sejumlah negar-negara sedang berkembang beranggapan sebaliknya, yaitu menganggap bahwa pengaruh negatmfnya tiaak melebihi pengaruh positifnya Sampai sekarang belum bisa diketahul secara pasti apakah tingkat investasi (dan tingkat pertumbuhan) menjadi Iebih rendah atau lebih tinggi dengan adanya perdagangan luar negeri. RRC dan beberapa negara sosialis lain dengan perekonomian yang relatif tertutup, bisa mencapai laju pertumbuhan yang sangat tinggi. Sebaliknya Jepang, Singapura, Korea Selatan, Hongkong, Taiwan yang mempunyal perekonomian terbuka juga bisa mencapai laju pentumbuhan yang sangat mengesankan.
Demikian pula, apakah dibukanya hubungan perdagangan luar negeri menimbulkan pola dan gaya konsumsi masyarakat yang “keliru”, adalah masalah yang sulit dijawab secara tegas. Orang bisa mengatakan bahwa dalam masyarakat yang tertutuppun (seperti masyarakat-masyarakat feodal dimasa lampau) bisa terjadi pola konsumsi yang berlebihan dan pemborosan-pemborosan sosial oleb golongan-golongan masyarakat tertentu. Dan sebaliknya, masyarakat yang terbuka mungkin bersifat hemat dan tidak men unjukkan pola konsumsi yang berlebihan.
Nampaknya ada faktor lain yang lebih menentukan apakah suatu masyarakat adalah masyarakat yang hemat dan berpola konsumsi wajar atau masyarakat yang boros dan berpola konsumsi mewah. Faktor ini adalah pola distribusi kekayaan dan pendapatan yang ada di dalam masyarakat. Pola distribusi yang timpang menimbulkan pola konsumsi yang timpang dan boros, dan mi berlaku baik bagi ekonomi tertutup maupun ekonomi terbuka. Adanya perdagangan luar negeri mungkin membuat ketimpangan pola konsumsi tersebut lebih menyolok, karena mereka yang melakukan konsumsi yang berlebihan cenderung untuk memilih barang-barang “luar negeri” dan gaya hidup “luar negeri”. Namun dalam hal ini masalah pokoknya sebenarnya bukan karena masyarakat tersebut membuka hubungan dengan luar negeri, tetapi karena sejak awal distribusi kekayaan dan pendapatan di dalam negeri memang timpang, dan menutup diri dan percaturan ekonomi dunia tidak menyelesaikan masalah justru sebaliknya.
Singkatnya “demonstration effects” memang ada, tetapi apakah efek negatifnya atau efek positifnya yang lebih menonjol sulit untuk ditentukan secara umum. ini tergantung situasinya kasus demi kasus. Namun kita juga harus berhati-hati dalam menentukan apakah pola konsumsi yang “keliru” memang karena demonstration effects atau sebab-sebab lain.
PENGARUH TERHADAP PRODUKSI
Perdagangan luar negeri mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap sektor produksi di dalam negeri. Secara umum kita bisa menyebutkan empat macam pengaruh yang bekerja melalul adanya :
(a) Spsialisasi produksi.
(b) Kenaikan “investasi surplus”.
(c) “Vent for Surplus”.
(d) Kenaikan produktivitas.
Spesialisasi. Kita telah melihat bahwa perdagangan internasional mendorong masing-masing negara ke arah spesialisasi dalam produksi barang di mana negara tersebut memiliki keunggulan komparatifnya.
Dalam kasus constant-cost, akan terjadi spesialisasi produksi yang penuh, sedangkan.
Dalam kasus increasing-cost terjadi spesialisasi yang tidak penuh. Yang perlu diingat di sini adalah bahwa spesialisasi itu sendiri tidak membawa manfaat kepada masyarakat kecuali apabila disertai kemungkinan menukarkan hasil produksiriya dengan barang-barang lain yang dibutuhkan. Spesialisasi plus perdagangan bisa meningkatkan pendapatan riil masyarakat, tetapi spesialisasi tanpa perdagangan mungkin justru menurunkan pendapatan nil dan kesejahteraan masyarakat.
Tetapi apakah spesialisasi plus perdagangan selalu menguntungkan suatu negara? Dalam uraian kita dalam bab-bab sebelumnya, kita menyimpulkan, bahwa pendapatan riil masyarakat sesudah perdagangan selalu lebih tinggi atau setidak-tidaknya sama dengan pendapatan riil masyarakat sebelum perdagangan. ini berarti bahwa perdagangan tidak akan membuat pendapatan riil masyarakat lebih rendah, dan sangat mungkin membuatnya lebih tinggi. Tetapi perhatikan bahwa analisa semacam ini bersifat “statik”, yaitu tidak memperhitungkan pengaruh -pengaruh yang timbul apabila situasi berubah atau berkembang, seperti yang kita jumpai dalam kenyataan.
Ada tiga keadaan yang membuat spesialisasi dan perdagangan tidak selalu berrnanfaat bagi suatu negara. Ketiga keadaan ini berkaitan dengan kemungkinan spesialisasi produksi yang terlalu jauh, artinya adanya sektor produksi yang terlalu terpusatkan pada satu atau dua barang saja. Ketiga keadaan ini adalah:
(a) Ketidak stabilan pasar luar negeri.
Suatu negara yang karena dorongan melakukan spesialisasi perdagangan, hanya memproduksikan karet dan kayu. Apabila harga karet dan harga kayu dunia jatuh, maka perekonomian dalam negeri otomatis akan ikut jatuh.
Lain halnya apabila negara tersebut tidak hanya berspesialisasi pada kedua barang tersebut, tetapi juga memproduksikan barang-barang lain baik untuk ekspor maupun untuk kebutuhannya dalam negeri sendiri. Turunnya harga dan satu atau dua barang mungkin bisa diimbangi oleh naiknya harga barang-barang lain.
Inilah pertentangan atau konflik antara spesialisasi dengan diversifikasi.
1.Spesialisasi bisa meningkatkan pendapatan riil masyarakat secara maksimal, tetapi dengan risiko ketidak stabilan yang tinggi. Sebaliknya
2.diversifikasi lebih menjamin kestabilan pendapatan tetapi dengan konsekuensi harus mengorbankan sebagian dan kenaikan pendapatan dan spesialisasi.
Sekarang hampir semua negara di dunia menyadari bahwa spesialisasi yang terlalu jauh (meskipun didasarkan atas prinsip keunggulan komparatif, seperti yang ditunjukkan oleh teori ekonomi) bukanlah keadaan yangbaik. Manfaatdari diversifikasi harus pula diperhitungkan.
(b) Keamanan nasional.
Apabila suatu negara hanya memproduksikan satu barang, misalnya karet, dan harus mengimpor seluruh kebutuhan bahan makanannya Meskipun karet adalah cabang produksi di mana negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yang paling tinggi, sehingga bisa meningkatkan pendapatan riil masyarakat setinggi mungkin, tentunya keadaan seperti di atas tidak sehat. Seandainya terjadi perang atau apapun yang menghambat perdagangan luar negeri, dan manakah diperoleh bahan makanan bagi penduduk negara tersebut? Jelas bahwa pola produksi seperti yang didiktekan oleh keunggulan komparatif tidak harus selalu dilkuti apabila ternyata keiangsungan hidup negara itu sendiri sama sekali tidak terjamin.
(c) Dualisme.
Sejarah perdagangan internasional negara-negara sedang berkembang terutama semasa mereka masih menjadi koloni negara-negara Eropa, ditandai oleh timbulnya sektor ekspor yang beronientasi ke pasar dunia dan yang sedikit sekali berhubungan dengan sektor tradisional dalam negeri. Sektor ekspor seakan-akan bukan merupakan bagian dan negeri itu, tetapi bagian dan pasar dunia. Dalam keadaan seperti ini spesialisasi dan perdagangan internasional tidak memberi manfaat kepada perekonomian dalam negeri.
Keadaan ini di negara-negara sedang berkembang setelah kemerdekaan mereka, memang sudah menunjukkan perubahan. Tetapi Seiring belum merupakan perubahan yang fundamental. Sektor ekspor yang’“modern” masih nampak belum bisa menunjang sektor dalam negeri yang “tradisional”
Ketiga keadaan tersebut di atas adalah peringatan bagi kita untuk tidak begitu saja dan tanpa reserve menerima dalil perdagangan Neo-Klasik bahwa spesialisasi dan perdagangan selalu menguntungkan dalam keadaan apapun. Tetapi di lain pihak. uraian di atas tidak merupakan bukti bahwa manfaat dari petdagangan tidaklah bisa dipetik dalam kenyataan. Teori keunggulan komparatif masih menjadi tahapan dasarnya, yaitu bahwa suatu negara seyogyanya memanfaatkan keunggulan komparatif dan kesempatan “transformasi lewat perdagangan” Hanya saja perlu diperhatikan bahwa dalam hal-hal tertentu pentimbangan pertimbangan lain jangan lupaken.
Investible Surplus Meningkat. Pendagangan meningkatkan pendapatan riil masyarakat. Dengan pendapatan riil yang lebih tinggi berarti negara tersebut mampu untuk menyisihkan dana sumber sumber ekonomi yang lebih besar bagi investasi (inilah. yang disebut “investible surplus”). investasi yang lebih tinggi berarti laju pertumbuhan ekonomi ‘yang lebih tinggi. Jadi perdagangan bisa mendorong laju pertumbuhan ekonomi.
lnilah inti dan pengaruh pendagangan internasional tenhadap produksi lewat investible surplus. Ada tiga hal mengenai penganuh ini yang perlu dicatat:
(a) Kita harus menanyakan berapa dan manfaat perdagangan (kenaikan pendapatan nil) yang diterima oleh warganegara riegara tersebut, dan berapa yang diterima oleh warganegara asing yang memiliki faktor produksi, misalnya modal, tenaga kerja, yang dipekerjakan di negara tersebut. Dengari lain perkataan. yang lebih penting adlah berapa kenaikan GNP, bukan kenaikan GDP. yang ditimbulkan oleh adanya perdagangan.
(b) Kita harus menanyakan pula berapa dan kenaikan pendapatan nil karena perdagangan tersebut akan diterjemahkan menjadi kenaikan investasi dalam negeri, dan benapa ternyata dibelan jakan untuk konsumsi yang lebih tinggi atau ditransfer ke luar negeri oleh perusahaan-perusahaan asing sebagai imbalan bagi modal yang ditanamkannya? Dan segi pertumbuhan ekonomi yang penting adalah Icenaikan investasi dalam negeri dan bukan hanya “investible surplus”nya.
(c) Kita harus pula membedakan antara “pertumbuhan ekonomi” dan “pembangunan ekonomi”. Disebutkan di atas bagaimana dualisme dalam struktur perekonomian bisa timbul dan adanya perdagangan internasional. Dimasa lampau, dan gejala-gejalanya masih tersisa sampal sekarang, kenaikan investible surplus tersebut cenderung untuk diinvestasikan di sektor “modern” dan hanya sedikit yang mengalir ke sektor “tradisional”. Pertumbuhan semacam mi justru semakin mempertajam dualisme dan perbedaan antara kedua sektor terebut. Dalam hal ini kita harus berhati-hati untuk tidak mempersamakan pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan ekonomi dalam arti yang sesungguhnya.
Inti dari uraian di atas adalah bahwa kenaikan investible surplus karena perdagangan adalah sesuatu yang nyata. Tetapi kita harus mempertanyakan Lebih lanjut siapa yang memperoleh manfaat, berapa besar manfaat tersebut yang direalisir sebagai investasi dalam negeri, dan adakah pengaruh dan manfaat tersebut terhadap pembangunan ekonomi dalam arti yang sesungguhnya.
Vent For Surplus > Menurut Smith, perdagangan luar negeri membuka daerah pasar baru yang lebih luas bagi hasil-hasil dalam negeri. produksi dalam negeri asing semula terbatas karena terbatasnya pasar di dalam negeri, sekarang bisa diperbesar lagi. Sumber-sumber ekonomi yang semula menganggur (surplus) sekarang memperoleh saluran (vent) untuk bisa dimanfaatkan, karena adanya daerah pasar yang baru.
Konsep “vent for surplus” adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terangsang oleh terbukanya daerah pasar yang baru. Sebagai contoh, suatu negara yang kaya akan tanah pertanian tetapi berpenduduk relatif sedikit. Sebelum kemungkinan perdagangan dengan luar negeri terbuka, negara tersebut hanya menghasilkan bahan makanan yang cukup untuk menghidupi penduduknya dan tidak lebih dan itu. Banyak tanah yang sebenarnya subur dan cocok bagi pertanian dibiarkan tak terpakai. Dengan adanya kontak dengan pasar dunia, negara tersebut mulai menanam barang-barang perdagangan dunia seperti lada, kopi, teh, karet, gula dan sebagainya dengan mernanfaatkan tanah pertanian yang menganggur tersebut. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi meningkat.
Yang perlu dicatat di sini adalah bahwa pemanfaatan tanah-tanah pertanian baru tersebut memerlukan modal dan investasi yang sangat besar, jauh melebihi kemampuan negara itu sendiri untuk membiayainya. Oleh sebab itu sejarah mencatat bahwa pembukaan perkebunan-perkebunan hampir selalu berasal dan modal asing. ini jelas dan sejarah negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, India, Sri Langka dan banyak lagi lainnya. Dimasa sekarang sumber-sumber ekonomi yang belum dimanfaatkan kebanyakan tidak lagi berupa tanah-tanah pertanian (meskipun kadang-kadang masih demikian), tetapi berupa sumber-sumber alam (khususnya, energi) dan kadang-kadang juga tenaga kenja yang berlimpah dan murah. Modal yang besar dnn teknologi tinggi diperlukan bagi pemanfaatan sumber-sumber alam mi, dan semuanya itu seringkali di luar kemampuan negara pemilik sumber-sumber tersebut untuk membiayai dan melaksanakannya.
Perdagangan luar negeri menciptakan pasaran yang lebih luas (“vent”) bagi hasil produksi dalam negeri, sehingga sumber-sumber ekonomi yang belum semua dimanfaatkan (“surplus”) bisa dimanfaatkan. Modal dan teknologi asing biasanya diperlukan untuk pemanfaatan sumber-sumber ekonomi. Dimasa lampau modal dan teknologi asing masuk ke sektor perkebunan, sekarang ke sektor sumber-sumber alam (energi, mineral).
Perdagangan internasional dan hubungan luar negeri meningkatkan produktivitas melalui
(a) economies of scale yang dimungkinkan oleh makin luasnya pasar
(b) teknologi baru yang dialihkan dari luar negeri ke dalam negeri
(c) rangsangan persaingan dalam meningkatkan kualitas barang hasil produksi
“Pengalihan dan teknologi” mendapat perhatian yang khusus dalam forum-forum dan perundingan internasional maupun dalam pengkajian ilrniah. Economies of scale dan rangsangan persaingan belum mendapat perhatian yang sepadan.
terdapat dua sudut pandangan mengenai pengaruh hubungan ekonomi internasional terhadap distribusi pendapatan, yaitu pendapat kaum Neo-Klasik dan pendapat golongan anti NeoKlasik.
a. Kaum Neo-Klasik mengatakan bahwa baik perdagangan internasional maupun aliran modal internasional cenderung untuk meratakan distribusi pendapatan di dalam suatu negara maupun antar negara.
b. Kaum anti Neo-Klasik mengatakan bahwa perdagangan bebas dan penanaman modal asing justru meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan di dalam suatu negara maupun antar negara.
Masing-masing sudut pandangan mempunyai unsur kebenarannya, sehingga masalahnya harus dilihat kasus demi kasus karena aspek non-ekonomis dari hubungan internasional sangat penting dan saling berkaitan satu sama lain dengan aspek ekonomis.
Ada tiga keadaan yang membuat spesialisasi dan perdagangan tidak selalu berrnanfaat bagi suatu negara. Ketiga keadaan ini berkaitan dengan kemungkinan spesialisasi produksi yang terlalu jauh, dimana artinya adanya sektor produksi yang terlalu terpusatkan pada satu atau dua barang saja. Ketiga keadaan ini adalah:
(a) Ketidak stabilan pasar luar negeri.
Misalnya perdagangan yang terspesialisasi hanya memproduksikàn karet dan kayu. Apabila harga karet dan harga kayu dunia jatuh, maka perekonomian dalam negeri otomatis akan ikut jatuh. Spesialisasi bisa meningkatkan pendapatan riil masyarakat secara maksimal, tetapi dengan risiko terjadi ketidak stabilan yang tinggi. Sebaliknya diversifikasi lebih menjamin kestabilan pendapatan tetapi dengan konsekuensi harus mengorbankan sebagian dari kenaikan pendapatan dan spesialisasi. Sekarang hampir semua negara di dunia menyadani bahwa spesialisasi yang terlalu jauh (meskipun didasarkan atas prinsip keunggulan komparatif. seperti yang ditunjukkan oleh teori ekonomi) bukanlah keadaan yangbaik. Manfaat dari diversifikasi harus pula diperhitungkan.
(b) Keamanan Nasional. Bayangkan suatu negara hanya mem produksikan satu barang, misalnya karet, dan harus mengimpor seluruh kebutuhan bahan makanannya Meskipun karet adalah cabang produksi di mana negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yang paling tinggi, sehingga bisa meningkatkan CPF nya setinggi mungkin, tentuhya keadaan seperti di atas tidak sehat. Seandainya terjadi perang atau apapun yang menghambat perdagangan luar negeri, dan manakah diperoleh bahan makanan bagi penduduk negara tersebut? Jelas bahwa pola produksi seperti yang didiktekan oleh keunggulan komparatif tidak harus selalu diikuti apabila ternyata kelangsungan hidup negara itu sendirii sama sekali tidak terjamin.
(c) Dualisme, Sejanah perdagangan internasional negara-negara sedang berkembang terutama semasa mereka masih menjadi koloni negara-negara Eropa. ditandai oleh timbulnya sektor ekspor yang berorientasi ke pasar dunia dan yang sedikit sekali berhubungan dengan sektor tradisional dalam negeri. Sektor ekspor seakan-akan bukan merupakan bagian dan negreri itu, tetapi bagian dan pasar dunia. Dalam keadaan seperti spesialisasi ini dimana perdagangan internasional tidak memberi manfaat kepada perekonomian dalam negeri. Keadaai ini di negara-negara sedang berkembang setelah kemerdekaan mereka, memang sudah menunjukkan perubahan. ‘namun Seringkali belum merupakan perubahan itu tidak terlalu fundamental. Sektor ekspor yang’ “modern” masih nampak belum bisa menunjang sektor dalam negeri yang “tradisional”
Perdagangan Bebas
Perkembangan perdagangan internasional pada awalnya telah diwarnai dengan pasar bebas. Pasar bebas pada awalnya membawa harapan tentang semakin mudahnya aliran barang dan jasa antar negara, sehingga memicu peningkatan kualitas dan kuantitas barang yang diperdagangkan karena terkait dengan persaingan yang tinggi. Namun disisi lain, pasar bebas juga mendapatkan kritikan dari beberapa pihak terutama dari negara dunia ketiga.
Negara dunia ketiga beranggapan bahwa pasar bebas justru membawa kesengsaraan karena “dipaksakan” kepada kondisi perekonomian mereka yang belum mampu menerima arus peraingan bebas yang bergulir dalam pasar bebas. Terdapat kekhawatiran bahwa dengan adanya pasar bebas maka produksi atau industri didalam negeri akan mati karena tergerus oleh masuknya barang dari luar negeri dengan kualitas yang lebih bagus dan harga yang bersaing. Oleh karena itu kemudian usulan pasar bebas mendapatkan tentangan dari negara-negara dunia ketiga dan menganggap pasar bebas adalah bentuk dari imperialisme gaya baru dari negara-negara kaya.
Ternyata kritikan dan ketakutan akan hancurnya produksi dalam negeri akibat dari perdagangan bebas tidak hanya dirasakan oleh negara dunia ketiga yang sebagian besar adalah negara-negara berkembang. Negara-negara maju pun ternyata memiliki kekhawatiran terhadap pasar bebas yang mereka gagas sendiri. Hal ini terkait dengan perkembangan yang ada dimana, taruhlah benar jika mereka menguasai teknologi dan informasi sebagai sebuah komoditas yang menjanjikan di era masyarakat modern, namun disisi lain produksi non teknologi seperti migas, barang pertanian dan manufktur, ternyata industri dalam negeri mereka tidak mencukupi untuk kebutuhan dalam negerinya. Dengan kata lain mereka harus impor dari negara lain. sebagain besar impor produk pertanian mereka berasal dari negara berkembang. Ketika negara berkembang sedang mengalami limpahan produksi pertanian maka muncul kekhawatiran dari engara maju tentang bahaya limpahan produk pertanian ini terhadap produk pertanian lokal mereka.
Menghadapi fenomena yang demikian itu maka beberapa negara mencoba untuk melakukan penanggulangan dalam menghadapi dampak pasar bebas bagi perekonomian domestik mereka. Setidaknya mereka mengambil dua cara dari dalam dan dari luar :
1. Dari dalam negeri, mereka melakukan berbagai hambatan dan prokteksi untuk beberapa produk dalam negeri.
2. Dari luar negeri, dengan cara menggandeng beberapa negara untuk membentuk blok perdagangan yang berguna, melindungi ekonomi domestik masing-masing negara.
Oleh karena itu kemudian berkembanglah siklus utama dalam perekonomian internasional yaitu :
siklus 1 : dimana peranaan dari perdagangan bebas (free trade) sangat dominan
siklus 2 : terjadi sistem perlindungan tarif terhadap produk hasil industri didalam negeri.
Free Trade
Gagasan ini diusung oleh Adam Smith dan David Ricardo untuk menciptakan spesialisasi perdagangan antar negara melalui pembagian kerja untuk menghasilkan produk yang melebihi kebtuhan dalam negeri dan mengeluarkan kelebihannya dengan produk lain yang tidak dihasilkan atau tidak produktif. Siklus ini dapat terjadi ketika pemerintah tidak ikut campur atau tidak ada hambatan tarif. Permasalahan yang ekmudian muncul adalah ketika spesialisasi barang dari suatu negara merupakan spesialisasi brang pula di negar lain. hal ini akan munumbuhkan persaingan sekaligus ancaman terhadap produk dalam negeri. Oleh karena itu gagasan tentang pasar bebas menjadi diperhitungkan ulang.
Tarrif Protection
Pada masa ini kemudian muncul aktor baru yang menjadi sangat dominan yaitu MNC. Dalaam penelitian Earn Engel diketahui pada masa awal pasar bebas terjadi perubahan perdangan berdasarkan Fast Track of rapid Growth Development dimana negara-negara mulai melakukan spesialisasi dengan mendahulukan berdirinya perusahaan industri yang mendukung sektor pertanian. Dan hal ini banyak dilakukan oleh MNC , terbukti dengan terjadinya transfer of goods and services sebagai akibat adanya kemajuan dan perkembangan teknologi transportasi.
Dalam perkembangan ini, fakta yang terjadi di Eropa adalah ketika harga barang impor lebih rendah daripada harga barang sejenis di Eropa sehingga hal ini merupakan pukulan berat bagi hasil produksi Eropa. Untuk melindungi industri dalam negeri Eropa, negara-negara MEE memberlakukan perlindungan tarif. Dalam sisi ini akhirnya kita bisa melihat bahwa telah terjadi pergeseran paradigma dari sitem free trade menjadi sistem proteksi tarif.
Blok Perdagangan
Sebagai tindak lanjut dari perkembangan proteksi tarif, beberapa negara di dunia mengeluhkan adanya proteksi tarif yang terlalu berlebihan di negara-negara tertentu sehingga menyulitkan perdagangan antar negara. Hal itulah yang kemudian mendorong beberapa negara untuk mengadakan perjenjian tentang tingkat tarif perdagangan atau yang disebut dengan GATT (General Agreement for Trade and Tarifft).
Namun terjnyata pad atahun 1993 – 1994 anggota GATT tidak mencapai kesepakatan menegnai tarif ini di Geneva. Oleh karena itu beberapa negara akhirnya mengambil inisiatif untuk membentuk blok perdagangan dengan negara lain yaitu kerjasama intensif yang diarahkan pada perlindungan produksi dalam negeri. Beberapa yang terkenal yaitu blok perdagangan Amerika Utara (NAFTA), blok perdagangan Eropa (EFTA) dan mengusung pada blok perdagngan Asia (AFTA)
Bentuk Proteksi Dalam Negeri
1. Tarif Barrier
Tarrif Barrier terdiri dari dua macam yaitu bea masuk dan bea masuk tambahan. Yaitu tindakan pembebanan bea impor atas pos tarif hasil industri yang akan diimpor masuk ke pabeanan Indonesia misalnya. Bila bea masuk tidak cukup tinggi misalnya BM = 10%, dalam situasi tertentu untuk melindungi hasil produksi dalam negeri dapat dikenakan bea masuk tambahan misalnya BMT = 10 % sehingga totalnya 20%.
2. Quota (pembatasan impor)
Quota :merupakan cara yang cukup efektif untuk membatasi impor dari luar negeri. Analoginya adalah ketika kebutuhan dalam negeri tidak bisa dicukupi oleh produksi dalam negeri maka pemerintah mengadakan impor dari luar yang jumlahnya telah ditentukan sehingga terjadi pembatasan jumlah barang yang masuk.
Non Tarif Barrier (NTB)
Pembatasan ini berkaitan dengan segala hambatan yang dilakukan oleh pemerintah diluar tarif. Salah satu caranya adalah melalui perijinan dengan hanya memberikan satu kesempatan kepada pihak tertentu untuk mengadakan impor. Misalnya dengan melakukan penunjukan kepada salah satu perusahaan tertentu untuk melakukan impor.
Duty Draw dan Duty Exemption : Pemberian subsidi ekspor yang dikenal sebagai sertifikasi ekspor telah berhasil mendorong ekspor non migas, tetapi menghadapi tindakan balasan dari negara tujuan.
Blok Perdagangan
Untuk mengatasi permasalahan pemasaran barang-barang hasil industri dalam negeri, negara sosialislah yang pada awalnya membemtuk blok perdagangan.
Counter Purchases
Negara sosialis melakukan praktek blok pedagangan melalui barter gaya baru yang disebut sebagai imbal beli (counter purchases)
Blok Perdagangan MEE
Lahirnya Economics European Community (EEC) adalah untuk melakukan perdagangan regional atau kerjasama perdagangan diantara negara-negara anggota MEE
Blok Perdagangan Amerika
NAFTA terdiri dari negara-negara Amerika, Kanada dan Amerika Latin. Pada hakikatnya, tujuan NAFTA adalah untuk mengatasi maslaah perdagangan hasil industri dalam negeri anggota blok perdagangan.
Proteksi
Ekspansi adalah tindakan aktif untuk memperluas dan memperbesar cakupan usaha yang telah ada. Contohnya pabrik indomie kita telah memproduksi indomie untuk kebutuhan nasional, karena pasar Asean masih terbuka, maka pabrik indomie tersebut melakukan ekspansi usahanya ke negara-negara Asean dengan membuka pabrik indomie baru guna memenuhi kebutuhan dari negara yang bersangkutan.
Proteksi dari kata protection yang berarti perlindungan. Kata proteksi biasa digunakan dalam kegiatan ekonomi yang bermaksud untuk melindungi para pengusaha lokal, pengusaha usaha kecil dan menengah (UKM) bahkan untuk melindungi kepentingan negara, dalam hal perdagangan internasional (WTO).
Bentuk-bentuk Proteksi perdagangan
1. Tarif atau bea masuk
2. Pelarangan import : adalah sebuah tindakan proteksi yang dilakukan atas barang tertentu sesuai dengan peraturan dalam negeri negara yang bersangkutan
3. Quota
4. Subsidi

Pembangunan pada zaman orde baru terdapat 6 tahap pelita, yaitu:
1. Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3. Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
• Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
• Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
• Pemerataan pembagian pendapatan
• Pemerataan kesempatan kerja
• Pemerataan kesempatan berusaha
• Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
• Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
• Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4. Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi masa Orde Baru
• Dampak positif dari kebijakan politik pemerintah Orba :
Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekusaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran negara dalam masyarakat.
Situasi keamanan pada masa Orde Baru relatif aman dan terjaga dengan baik karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol parpol.
• Dampak negatif dari kebijakan politik pemerintah Orba:
Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralistis.
Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2 partai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai negara demokrasi.
Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilhan presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.
Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
Kondisi politik lebih payah dengan adanya upaya penegakan hukum yang sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.
Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam
Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.





Sellmie Asgari Cristy, 26211659(1EB06)
Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar